Mengajar mengaktualkan visi

Mengajar mengaktualkan visi


Seorang guru yang visioner memiliki semangat dalam memaksimalkan seluruh potensi untuk mencapai tujuan pengajaran. Visi sedemikian kuat menggerakan seorang guru. Itulah sebabnya Visi yang Menggerakan Seorang Guru dalam Mengajar perlu dibaca secara baik dan diimplementasikan dalam kehidupan seorang guru
Guru mengajar memerlukan metode. Metode apapun yang dipakai guru dalam mengajar harus dilaksanakan di atas dasar gairah mengajar yang didasarkan atas panggilan. Panggilan yang dimaksud yakni seorang guru mesti memastikan dalam dirinya bahwa ia dipanggil Tuhan untuk melaksanakan tugas mengajar. Kesadaran ini akan menyebabkan seorang guru melaksanakan pengajaran dengan sukacita dan bukan secara paksaan. Mengajar adalah bagian dari perintah Tuhan. Oleh karena itu maka tugas ini mesti dilaksanakan secara baik dan bertanggungjawab.
Seorang guru yang menyadari bahwa ia melaksanakan tugas mengajar karena panggilan Tuhan maka kesadaran ini mempengaruhi pemahaman dan tindakannya dalam mempersiapkan metode yang efektif sehingga dapat mempengaruhi peserta didik dalam minat belajar. Pesrta didik akan terdorong oleh pengaruh dari seorang guru yang mewujudkan kesadaran akan panggilan Tuhan dalam hal mengajar melalui pemanfaatan metode yang digunakannya.
Meningkatkan Pengetahuan tentang teori Metode Mengajar
Metode adalah cara yang dipergunakan guru untuk mengajar peserta didik. Atau metode berarti pengaturan pokok pelajaran yang menjadikan paling efektif dalam pemakaiannya.”
Memanfaatkan Metode Mengajar Secara Bervariasi
Metode mengajar sangat banyak, diantaranya metode ceramah, diskusi, tanyajawab, sosiodrama, cerita, drama,
Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik maka seorang guru perlu memanfaatkan metode mengajar secara bervariasi. Artinya metode mengajar yang dipakai dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen tidak boleh terpaku hanya pada satu metode mengajar. Misalnya dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran guru Pendidikan Agama Kristen hanya menggunakan metode ceramah yang bersifat monoton. Seorang guru dapat memilih beberapa metode mengajar, seperti: metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dalam mengajar. Caranya yakni guru menjelaskan materi seperlunya selanjutnya mengarahkan peserta didik dalam Tanya jawab serta diskusi untuk topic materi yang dijelaskan.
Namun perlu diketahui bahwa pemanfaatan metode mengajar secara bervariasi dalam mengajar disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran.
Bila guru memakai metode drama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen sehingga peserta didik meningkat minatnya belajar maka perlu dipahami bahwa metode drama dipakai untuk menunjukkan secara langsung dan memberikan pesan yang hidup kepada para pendengar, sehingga mereka bisa langsung mengerti makna sesungguhnya. Drama dapat dipersiapkan terlebih dulu, namun juga bisa secara spontan, seperti ketika Dia mengusir orang-orang yang berjual beli di Bait Allah ( Matius 21:12-16.) Jadi, metode drama adalah usaha guru memainkan kembali suatu lakon, sejarah atau cerita dalam sebuah adegan yang berhubungan dengan materi yang dijelaskan. Melalui drama pelaku dapat menghidupkan kembali peristiwa sejarah ataupun menggambarkan suatu kejadian yang baru. Misalnya cerita Zakeus dan lain-lain.
Jadi guru dapat memilih beberapa pokok dalam pelajaran Agama Kristen yang dapat disampaikan dengan bentuk drama. Bila metode drama hendak dipakai dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas, maka para peserta didik dapat dilibatkan sebagai pelaku atau tokoh yang ada dalam cerita atau peristiwa yang didramakan tersebut (dikenal dengan nama role playing). Metode drama adalah satu cara mengajar yang berbentuk upaya untuk menggambarkan setepat-tepatnya suatu peristiwa dalam sejarah atau kehidupan modern kepada para orang-orang yang menyaksikannya untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan.
Metode Cerita. Guru Pendidikan Agama Kristen dapat menggunakan metode cerita dalam menyampaikan pelajaran Agama Kristen. Supaya peserta didik meningkat minatnya dalam belajar maka hendaknya guru dapat melibatkan peserta didik sebagai penutur. Artinya guru tidak boleh mendominasi dalam berlangsungnya proses pembelajaran dengan metode bercerita. Dalam hal ini guru dan peserta didik berbagi peran dalam bertutur. Metode cerita adalah cara mengajar dengan bercerita. Dalam metode berceita, baik guru ataupun anak didik dapat berperan sebagai penutur. Yesus menggunakan metode bercerita dalam mengajar seperti cerita atau perumpamaan tentang: penabur (Markus 4:1-20); pelita dan ukuran (Markus 4:21-25); benih yang tumbuh (Markus 4:26-29); perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi (Markus 4:30-34). Cerita tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7); dirham yang hilang (Lukas 15:8-10); anak yang hilang (Lukas 15:11-32); bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-9), dsb. Orang Samaria yang baik hati.
Metode Ceramah. Metode ceramah merupakan metode yang paling popoler dan konvensional. Banyak pendidik yang menerapkan metode ini dalam pembelajaran mereka. Berpidato, kampanye, berkhotbah, dan sebagainya merupakan bentuk metode ceramah. Dalam praktiknya, penggunaan metode ceramah dalam mengajar. Yesus menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Penggunaan ceramah dalam mengajar dapat diperhatikan dalam Matius 26:1 “Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya…” Contoh itu merupakan kalimat narasi yang mengomentari pengajaran atau ceramah Yesus sebagaimana tercatat dalam pasal 24-25 yang merupakan kelanjutan dari kritik pedas Tuhan Yesus terhadap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat (pasal 23).
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tuhan Yesus memakai metode ceramah ini dalam pelayanan-Nya, khususnya ketika berbicara dengan orang banyak, meskipun kadang-kadang juga terhadap kelompok kecil. Beberapa di antara penerapan metode ceramah-Nya yang paling panjang dan terkenal adalah Khotbah di Bukit (Mat. 5-7); ketika mengajar tentang akhir zaman (Mat. 24-25); ceramah menjelang perpisahan-Nya dengan para murid (Yoh. 14-17), dsb. Dalam Khotbah di Bukit (Matius 5-7) Tuhan Yesus berkhotbah (berceramah) tanpa diselingi oleh pertanyaan para pendengar-Nya.
Jadi, yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara guru menyampaikan pengajaran dengan berpidato atau menjelaskan bahan pengajaran dan murid menerimanya dengan menggunakan segenap indranya. Jadi, metode ceramah adalah cara yang dipakai oleh guru untuk menyampaikan pengajaran dengan berpidato atau menjelaskan bahan pengajaran secara terus menerus dan murid mendengarkannya dengan menggunakan segenap indranya.
Metode Bertanya. Metode bertanya adalah cara mengajar dimana guru menyampaikan pertanyaan dengan tujuan meminta keterangan atau penjelasan kepada murid. Dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus banyak menggunakan metode bertanya, yang kadang-kadang memerlukan jawaban, tetapi kadang-kadang bersifat oratoris sehingga tidak memerlukan suatu jawaban. Pertanyan yang membutuhkan jawaban misalnya pertanyaan Tuhan Yesus kepada murid-murid dan kepada Petrus tentang siapakah Mesias itu (Matius 16:13-20; Markus 8:27-30; Lukas 9:18-21.). Pada waktuTuhan Yesus bertanya kepada mereka, maka mereka menjawab, baik berdasarkan apa yang didengar oleh orang lain maupun jawaban murid sendiri. Tetapi ada pertanyaan yang tidak perlu dijawab oleh pendengar, tetapi malah dijawab oleh Tuhan Yesus sendiri.
Contoh metode pertanyaan digunakan oleh Tuhan Yesus antara lain sebagai berikut: Matius 16: 13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" 14 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." 15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" 16 Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" 17: 10 Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" 11 Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu..” 22: 15 Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. 17 Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" 18 Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Markus 12: 28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" 29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis

Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis


Bagaimana Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis, khususnya Perspektif Teologis Kristen? Artikel berikut ini membahas kesehatan tubuh sebagai bagian dari tanggungjawab memelihara bait Allah: "TUBUH adalah BAIT Allah. Ikuti dalam uraian berikut ini.

Tubuh ini adalah bait Allah. Oleh karena itu perlu dipelihara secara baik dan bertanggungjawab. Penulis Kitab Kejadian menyaksikan bahwa Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan Allah (Kej. 1:26). Namun ada perbedaan antara Allah dan manusia. Allah itu Roh,sementara manusia memiliki tubuh. Tubuh manusia rentang terhadap sakit penyakit. Oleh karena itu maka Allah melengkapi tubuh manusia dengan kemampuan berpikir agar manusia mampu mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhannya, khususnya pemeliharaan tubuh agar tetap sehat. Binatang tidak membutuhkan rumah, tetapi manusia membutuhkan rumah. Binatang tidak perlu memasak air untuk diminum, tetapi manusia perlu memasak air untuk diminum. Dalam konteks ini, nampak bahwa daya tahan tubuh manusia berbeda dengan daya tahan tubuh binatang. Bila manusia meminum air seperti binatang meminum air maka jelas manusia terkena berbagai penyakit.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas menolong orang percaya dalam usaha memikirkan secara teologis dalam perspektif iman Kristen tentang kesehatan tubuh Kesehatan tubuh dapat dipikirkan secara mendalam dalam berbagai disiplin keilmuan. Misalnya kesehatan tubuh ditinjau dari filsafat, kesehatan tubuh ditinjau dari biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, etika dan teologi, dan lain-lain. Jadi, jelas bahwa salah satu realitas dapat ditinjau atau dipikirkan secara mendalam dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam penelitian ini, penulis meninjau kesehatan tubuh dari sisi etis-teologis”. Dari namanya menjadi jelas bahwa ada penggabungan dua disiplin keilmuan, yaitu etika dan teologi dalam meninjau kesehatan tubuh. Kata is dalam kedua frasa yaitu etis dan teologis hendak menyatakan sifat dari tinjauan itu, yaitu tinjauan yang sifatnya berdimensi etika (benar-salah = norma), dan berdimensi nalar yang berhubungan dengan Tuhan. Artinya kesehatan tubuh dipikirkan secara mendalam dalam kerangka benar-salah/baik-buruk tindakan/praktik kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan dari relasi logi tinjauan yang berlangsung dalam kontrol firman Tuhan sebagaimana yang disaksikan dalam Alkitab.
Berdasarkan menjadi alat yang berguna bagi kebutuhan hidup. Setiap orang menghendaki agar tubuhnya sehat. Untuk mencapai maksud ini, berbagai upaya dilakukan untuk tetap menjaga agar tubuh tetap sehat.tubuh yang sehat memerlukan usaha Untuk menjaga tubuh yang sehat maka ada berbagai upaya yang dilakukan Kesehatan tubuh dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang keilmuan, namun dalam penelitian ini kesehatan tubuh hanya ditinjau secara etis-teologis.
Berdasarkan maksud di atas maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tinajauan etis-teologis terhadap kesehatan tubuh adalah sejumlah hasil berpikir ilmiah (kebenaran rasional dan kebenaran empiris) terhadap kesehatan tubuh yang bersifat etis-teologis dalam komunitas Kristen yang didasarkan pada Alkitab. Operasional dari definisi ini yakni tinjauan etis-teologis yang dimaksud disini yakni apakah kesehatan tubuh itu sesuatu yang benar atau salah bila diperhatikan dan dilakukan oleh komunitas Kristen. Bila kesehatan tubuh adalah hal yang benar maka apa normanya, sebaliknya bila kesehatan tubuh itu salah atau tidak perlu dipikirkan maka apa normanya?.

Pemikiran teologis tentang kesehatan tubuh tentu didasarkan pada kesaksian Alkitab. Kesaksian Alkitab memang harus ditafsir. Untuk itulah perlu menggunakan pandangan para pakar atau teolog tentang perihal menjaga pola makan dengan memilah serta memilih makanan yang benar-benar berguna bagi kesehatan tubuh kita merupakan sebuah keharusan moral yang memiliki fondasi teologis.
Beberapa ahli percaya bahwa pengendalian diri dalam hal memilih dan mengkonsumsi makanan-makanan yang berguna bagi kesehatan merupakan sebuah moral imperative (keharusan moral) yang memiliki fondasi teologis. Ada ahli seperti Williamson percaya bahwa keharusan etis untuk menjaga pola makan yang sehat didasarkan atas doa untuk kesehatan tubuh. Doa bagi kesehatan tubuh harus diikuti dengan tanggung jawab orang percaya untuk menjaga kesehatan tubuhnya, salah satunya adalah dengan cara menjaga pola makan yang sehat. Paradigma bahwa orang Kristen adalah orang yang diberkati, kaya, berkelimpahan dan tidak kurang sesuatu apapun ditambah dengan iman Kristen bahwa Tuhan Yesus sanggup menyembuhkan segala penyakit membuat banyak orang Kristen hidup secara tidak bertanggungjawab. Banyak orang Kristen menyantap segala makanan dengan interpretasi bahwa semua makanan adalah berkat yang berasal dari Allah. Memang segala sesuatu diperbolehkan untuk dimakan tetapi tidak semuanya berguna. Makanan untuk perut. Tetapi tidak semua makanan layak untuk perut. Artinya orang Kristen harus memperhatikan secara teliti apa yang masuk ke dalam tubuh.
Pandangan yang jauh lebih kuat menegaskan aspek teologis dari hukum-hukum mengenai makanan dalam Alkitab adalah pandangan Advent Hari Ketujuh. Seorang teolog Advent, Jiri Moskala, mengemukakan tipikal pandangan ini dalam sebuah artikel berjudul: “The Validity of the Levitical Food Laws of Clean and Unclean Animals: A Case Study of Biblical Hermeneutics.” Menurut Moskala, hukum-hukum mengenai makanan seperti yang terdapat dalam Kitab Imamat, tidak pernah dianulir validitasnya di dalam PB. Menurutnya, bukan hanya tidak membatalkan validitas hukum-hukum tersebut, melainkan juga tidak pernah memakan makanan-makanan yang ditetapkan tidak tahir dalam PL. Bahkan, karya penebusan Kristus yang menggenapi hukum-hukum dalam PL tidak berkaitan dengan hukum-hukum mengenai makanan. Bagian-bagian PB seperti: Markus 7:19b; Matius 15:11, 17-20; dan Kisah 10, tidak dilihat oleh Moskala sebagai dasar pembatalan hukum-hukum mengenai makanan dalam PL. Bagian-bagian ini hanya dimaksukan untuk melawan penyalahgunaan hukum-hukum tersebut, bukan pembatalan terhadap hukum-hukum tersebut.
Sampai di sini, kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam konteks jaman itu, Allah memelihara kekudusan umat-Nya sebagai refleksi dari kekudusan-Nya sendiri dengan menetapkan hukum mengenai tahir dan tidak tahir berkenaan dengan binatang-binatang tertentu sekaligus untuk membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain. Allah adalah standar ultimat bagi pendefinisian diri Israel baik sebagai bangsa maupun sebagai umat religius. Motif seperti ini, terlihat jelas dalam kehidupan Daniel seperti yang akan diulas di bawah ini.
Dalam Daniel 1:8. Daniel adalah salah seorang tawanan yang dibawa dari Yerusalem ke Babilonia ketika raja Nebukadnezar menaklukkan Yerusalem. Sebagai seorang keturunan bangsawan (Dan. 1:3), kecakapan dan perawakan Daniel memikat hati raja Nebukadnezar sehingga ia diperbolehkan untuk melayani raja. Dalam Daniel 1:8, tercatat: “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasanya diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tiak usah menajiskan dirinya.”
Ketetapan hati Daniel di atas dan permintaannya ditanggapi demikian oleh pegawai istana tersebut: “Aku takut, kalau-kalau tuanku raja, yang telah menetapkan makanan dan minumanmu, berpendapat bahwa kamu kelihatan kurang sehat dari pada orang-orang muda lain yang sebaya dengan kamu, sehingga karena kamu aku dianggap bersalah oleh raja” (1:10). Daniel kemudian menawarkan agar ia dan teman-temannya (bnd. 1:6, 11) hanya memakan sayuran selama tiga puluh hari, namun mereka tetap kelihatan lebih gemuk dari semua orang muda yang memakan santapan raja (1:12-15).
Lontaran-lontaran di atas tidak mengindikasikan bahwa perihal mereka memakan sayuran saja yang membuat mereka sehat dan kelihatan lebih gemuk dari orang-orang lainnya yang memakan santapan raja. Daniel 1:8 jelas memberikan indikasi bahwa Tuhan memelihara kesehatan mereka karena komitmen mereka untuk tidak menajiskan diri mereka dengan santapan sang raja. Pertanyaannya adalah apakah alasan Daniel menganggap bahwa santapan sang raja itu najis sehingga ia harus menahan diri untuk tidak mencicipinya?
Memang kita telah membahas tentang Imamat 11 dan Ulangan 14 di atas yang membuka peluang untuk mempertimbangkan kemungkinan akan alasan mengenai makanan haram di atas. Juga, dalam tradisi Yahudi, telah menjadi konsensus untuk tidak mencicipi makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala (bnd. 4Mak. 5:2-3;; bnd. 1Kor. 8:1-13). Bagi penulis, penolakan itu harus dipahami berdasarkan konsep makanan dalam konteks kovenan dalam kebudayaan pada masa itu. Pada masa itu, mencicipi hidangan yang sama berarti seseorang mengikatkan dirinya kepada pihak-pihak yang dengannya ia menyantap bersama (Kej. 31:54; Kel. 24:11; Neh. 8:9-12; bnd. Mat. 26:26-28). Dalam kategori ini, menyantap makanan raja berarti orang-orang yang berada di bawah otoritas raja itu harus menundukkan diri mereka secara mutlak kepada raja. Itulah sebabnya, Baldwin menyatakan bahwa kenajisan yang dihindari Daniel dan kawan-kawannya tidak berkaitan dengan aturan atau ritual tertentu mengenai makanan, tetapi lebih kepada keterhisaban kovenan ke dalam otoritas mutlak raja.

Semoga berguna