Masalah Penelitian Tentang Dating Online

Masalah Penelitian Tentang Dating Online


Kali ini saya posting salah satu masalah penelitian skripsi, tesis dan disertasi yang berhubungan dengan "dunia online", khususnya pada program Dating dan Mainstream. Untuk memahami maksud ini saya kemukakan beberapa hal sebagai berikut.
Membuat Skrips, Tesis dan Disertasi selalu dimulai dengan masalah. Ada banyak masalah yang perlu diteliti untuk dicari jawaban atas masalah tersebut. Berikut dipaparkan tentang masalah penelitian yang berhubungan dengan "dunia online". Dalam dunia online, terdapat banyak tema atau pokok pembicaraan. Beberapa diantaranya:
1. Masalah mendapatkan pasangan hidup.
Untuk bagian ini ada yang mencarinya secara natural, ada pula yang secara online. Untuk online ada program yang disebut dating online 18+ seperti di PROGRAM DATING WINGOADS. Untuk berdating, tentunya usia di atas 18 tahun. Jika Anda mau mencoba mencari pasangan hidup secara online maka Program ini dapat anda pelajari. Silakan kunjungi DATING 18+

2. Mainstream. Silakan kunjung Disini

3. Mendaftar jadi Publisher? Silakan daftar jadi Publisher WingoAds

Inilah masalah online. Bisa diteliti dan mendapatkan jawaban atas masalah penelitian.
Semoga bermanfaat.
Pendidikan seks

Pendidikan seks


Pendidikan seks untuk beberapa kalangan dianggap tabu untuk diajarkan kepada anak-anak. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, pendidikan seks perlu disampaikan kepada anak. Namun usia anak perlu diperhatikan. Secara umum dan internasional dikenal usia 18+. Selanjutnya bagi yang sudah dewasa di atas 18 Tahun dapat meneliti tentang Pendidikan Seks.
Contoh Bab II Skripsi Pendidikan Kristen

Contoh Bab II Skripsi Pendidikan Kristen


Para Mahasiswa Teologi konsentrasi Pendidikan Agama Kristen yang sedang mencari informasi Bab II Kajian Teoritis-Teologis dapat membaca artikel berikut ini.

BAB II
KAJIAN TEORITIS-TEOLOGIS

1. Pendidikan Agama Kristen

Apa itu pendidikan aGama Kristen atau Pendidikan Kristen? Dalam upaya menjawab pertanyaan ini maka perlu rancang bangun pemahaman dasar tentang arti Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen dari sisi etimologi (asal usul kata), pendidikan berasal dari kata education (Inggris), dalam bahasa Latin “ducere” artinya membimbing. Berdasarkan arti kata dari dua frasa dari Inggris dan Latin maka pendidikan diartikan “membimbing ke luar”. Sedangkan secara konseptual, pendidikan diartikan “usaha yang sadar, sistematis dan berkesinabungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun hasil dari usaha tersebut”. Menurut salah seorang pakar Pendidikan Kristen Indonesia, Pendidikan Kristen adalah tindakan terstruktur Allah Tritunggal (upaya ilahi) dan manusiawi yang memberi dampak perubahan dalam ketrampilan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan, sensitivitas, tingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen. Pendidikan mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok dan struktur oleh kuasa Roh Kudus, sehingga bersesuaian dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci, terutama dalam Kristus Yesus,serta diwujudkan oleh upaya itu (Daniel Nuhamara)
Menurut Thomas H. Groome, dalam Christian Religious Education Pendidikan Agama Kristen Berbagai Cerita dan Visi Kita Pendidikan diartikan “usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu”( Thomas H. Groome: 2011:29).
Loading...
Bila beberapa definisi di atas dihubungkan dengan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, gereja dan sekolah formal, maka Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang bersahaja dan bertujuan, memiliki standar otoritas, memakai manusia sebagai media (alat), memiliki bahan (content) yang bersesuaian dengan tujuan, serta membutuhkan penjelasan waktu. Pendidikan Agama Kristen dilaksanakan dengan tujuan agar menanamkan nilai-nilai Kristiani dan berusaha memperlengkapi peserta didik dengan perlengkapan-perlengkapan yang sangat dibutuhkan oleh konteks di mana peserta didik berada, khususnya ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Dengan kata lain siswa dapat dimampukan untuk menjadi manusia yang berguna bagi orang lain,keluarga, gereja dan masyarakat ( Thomas H. Groome: 2011:29)
Dalam definisi terdahulu dikatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen memiliki dua sisi pengertian, yaitu upaya ilahi dan manusiawi. Upaya ilahi yaitu pendidikan adalah karya Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang karya-Nya teralami dalam diri Guru dan Peserta Didik dalam proses Pendidikan Agama Kristen. Upaya ilahiah (Upaya Allah Tritunggal: Bapa, Anak dan Roh Kudus) memampukan Guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Upaya Allah Tritunggal dalam diri Guru dan Peserta Didik dalam pengajaran ini disebut dengan “mengajar secara internal” (Konsep mengajar atau teologi mengajar yang berbasis Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), sedangkan upaya manusiawi disebut dengan tindakan mengajar secara eksternal. Hal ini berarti dalam Pendidikan Agama Kristen berlangsung kegiatan mengajar internal dan eksternal. Secara internal, proses ini tidak terlihat secara mata jasmani tetapi terasa oleh pribadi-pribadi yang melakukan tugas mengajar dan belajar. Hal ini hanya dialami dalam dimensi iman oleh guru dan peserta didik. Sedangkan aspek eksternal dari mengajar adalah kegiatan pendidikan yang nampak terlihat seperti proses pembelajaran di kelas, maupun di luar kelas. Inilah yang dimaksud dengan upaya manusiawi-transenden.
Informasi lebih lanjut sebelum frasa berikutnya:
Pendidikan Kristen adalah usaha orang dewasa memberi tuntunan berupa keteldanan hidup dan pengajaran berdasarkan isi Alkitab terhadap orang yang belum dewasa yaitu mereka yang perlu dimbing untuk menuju kepada kedewasaan rohani di dalam Yesus Kristus. Orang dewasa yang dimaksud yaitu mereka yang dewasa secara usia maupun secara pengetahuan dan kualitas karakter Kristiani yang olehnya memberi pengaruh kepada orang lain. Pengaruh tersebut dalam bentuk pengajaran maupun keteladanan melalui karakter unggul. Orang dewasa pengetahuan adalah mereka yang memiliki tingkatan pendidikan akademis (S1, S2, S3) yang akan memberi pendidikan yaitu usaha mendewasakan orang yang belum dewasa. Orang yang belum dewasa dapat dipahami dalam pengertian belum dewasa secara usia maupun pada tingkat pendidikan. Secara usia, anak yang berada di TK, SD, SMP dan SMA/SMK/Sekolah Tinggi/Perguruan Tinggi menjadi orang yang belum dewasa yang perlu mendapat pendidikan yaitu mereka dituntun orang dewasa yaitu oleh para dosen untuk mencapai kedewasaan agar dapat memenuhi tugas sebagai makluk Tuhan, sebagai manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, baik dalam hal kehidupan rohani maupun jasmani (Yonas Muanley, weblog memanusiakan manusia muda: ttp://memanusiakanmanusiamuda.blogspot.com)

Dasar Teologis Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan Agama Kristen bersumber dari Alkitab. Frasa ini menegaskan bahwa Dasar teologis Pendidikan Agama Kristen yaitu Firman Allah. Firman Allah yang dimaksud disini yaitu firman tertulis dalam Alkitab maupun Firman Langsung yaitu Yesus Kristus. Firman tertulis yaitu Alkitab mengkisahkan karya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dalam Perjanjian Lama, terdapat perintah mengajar kepada para orangtua umat pilihan-Nya sebagaimana ditegaskan dalam Ulangan 6:1-7. Dalam ayat ini para orang tua mendapat amanat untuk mengajar anak. Hak dan kewajiban orangtua dalam mengajar ditopang oleh kehendak Tuhan. Jadi kewajiban mendidik dilakukan melalui ucapan-ucapan verbal (pengajaran) tetapi juga melalui contoh hidup (pendidikan) dalam kehidupan sehari-hari melalui orangtua. Selain itu dalam Amsal 1:8 ditegaskan bahwa anak patut mendengar didikan orangtua (ayah dan ibu). Dalam Perjanjian Baru, khususnya Efesus 6:1-4 Paulus menegaskan kepada para orang tua Kristen untuk mendidik anak dalam ajaran dan nasehat Tuhan.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen harus memiliki tujuan. Tujuan ini menjadi daya penggerak dalam proses pendididkan dan pengajaran Pendidikan Agama Kristen dari masa ke masa. Oleh karena itulah tujuan pendidikan agama Kristen menjadi perhatian para ahli teologi maupun PAK dalam merumuskan tujuan PAK.
Menurut Marthen Luther, Tujuan PAK adalah menyadarkan anak didik dan orang dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya, yaitu mereka orang berdosa. Maka setiap warga harus bertobat dan berseru kepada Allah agar diampuni. Dengan kata lain, tujuan pendidikan Kristen menurut Marhin Luther yaitu melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka di samping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggungjawab dalam persekutuan kristen yaitu Gereja.
Menurut Calvin, tujuan pendidikan Kristen adalah proses pemupukan akal orang-orang percaya dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga di dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diaplikasikan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Yesus Kristus, berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.
Berdasarkan pemahaman Calvin tentang pendidikan Kristen maka menurut John Calvin, tujuan Pendidikan Kristen adalah mendidik semua warga gereja agar mereka dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta diperlengkapi untuk memilih cara-cara mewujudkan suatu pengabdian diri kepada Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan mereka sehari- hari, serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah, demi kemuliaan namaNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.

Menurut E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar, tujuan yaitu:
a. Memimpin siswa pada pengenalan akan peristiwa-peristiwa ilahi dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang ada dalam Alkitab
b. Membimbing siswa dengan kebenaran firman Allah yaitu Alkitab
c. Mendorong siswa melakukan mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab
d. Meyakinkan siswa tentang kebenaran-kebenaran Alkitab untuk pemecahan masalah dalam kehidupan.
Selain tujuan di atas, ada pula tujuan pendidikan Kristen di sekolah diselenggarakan dengan arah yang jelas. Arah itu disebut dengan tujuan. Ada tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Kristen di sekolah. Dalam konteks ini, ada beragam pandangan tentang tujuan pendidikan di sekolah. Pembahasan ini sengaja dipisahkan dengan tujuan pendidikan Kristen menurut Kurikulum Pemerintah karena di dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan tujuan pendidikan Kristen mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan “Standar Kompetensi” dan “Kompetensi Dasar” serta indikator-indikatornya. Dengan demikian pembahasan tujuan pendidikan Kristen dalam bahasan ini hendak mengemukakan beragama pandangan tentang pendidikan Kristen kemudian pada pokok “pendidikan Kristen di Sekolah sesuai Kurikulum Pemerintah RI, akan dibahas tujuan pendidikan Kristen di sekolah berdasarkan rumusan tujuan atau standar kompetensi yang dikeluarkan pemerintah. Dan sejauh mana isi kurikulum itu mempengaruhi siswa Kristen terhadap pembentukan karakter.
Jadi, pendidikan Kristen di sekolah adalah sebuah alat strategis dalam pembentukan iman dalam arti yang sesungguhnya, terutama di dalam menghadapi heterogenitas masyarakat Indonesia. Untuk itulah bahwa Pendidikan Kristen harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta didik yang telah mengikuti pengajaran Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan menjadi bekal utama dalam hidupnya. Faktor yang amat penting dalam mencapai keberhasilan Pendidikan Kristen di sekolah ialah guru. Oleh karena itu seorang guru Pendidikan Kristen dalam memenuhi panggilannya haruslah terus memperlengkapi diri agar menjadi alat yang berguna ditangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan, kepada sekolah, kepada gereja dan kepada masyarakat. Pendidikan Kristen haruslah dapat membawa peserta didik menjadi pribadi yang terbuka dan mampu hidup ditengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik agama, suku ras maupun golongan.
Pendidikan Kristen yang diselenggarakan di sekolah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam Negara RI, khususnya dalam undang-undang Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, pendidikan Kristen mendapat tempat penting dalam setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pemerintah mengatur waktu belajar secara formal di sekolah selama 2 (dua) jam pelajaran perminggu untuk penyelenggaraan. Hal ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebagai pembinaan kerohanian siswa di sekolah.
Pemerintah telah menyusun Kurikulum Pendidikan Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Diharapkan melalui kurikulum maka proses pendidikan Kristen di sekolah berlangsung sesuai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Kurikulum bukanlah satu-satunya jaminan mutu pendidikan Kristen di sekolah, mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai komponen seperti; mutu dan kualitas guru, mutu kurikulum, kemampuan peserta didik , sarana dan prasarana serta peraturan dan perundang undangan yang berlaku dan dukungan yang diberikan oleh sekolah tempat dilangsungkannya Pendidikan Kristen. Setting Pendidikan Agama Kristen. Menurut Elizabeth (2009:13) keluarga merupakan lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi untuk membentuk anak yang dikaruniakan Allah kepada setiap keluarga. Hal ini berarti Allah mendirikan keluarga agar anak belajar dari orang tua. Sebelum Allah membentuk jemaat atau Gereja, dan pemerintahan, Allah telah mentahbiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar dari suatu masyarakat. Keluarga menjadi tempat terbaik untuk menumbuhkan iman dan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan anak. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Kristen di keluarga memberi kontribusi positif terhadap pembentukan kerohanian anak sehingga anak dimampukan untuk menghadapi berbagai gerakan-gerakan yang membayakan imannya. Penjelasan di atas menekankan bahwa pendidikan Kristen di keluarga Kristen itu sangat penting. Demikian pentingnya pendidikan Kristen di keluarga maka Horace Bushnell dalam Boehlke (1997) menyatakan: “Rumah tannga Kristen yang didiami Roh anugerah Allah hendaknya menjadi gereja bagi masa kanak-kanak ... dalam rumah tangga semacam itu ada sesuatu yang lebih berharga dari pada mengajar, sesuatu yang melampaui segala usaha kemauan yang berlangsung dengan sengaja, yakni indahnya kehidupan yang baik, ketenangan iman, percaya akan pentingnya kebenaran dalam kehidupan ... Segalanya menghasilkan asuhan Kristen yang enak bagi anak. Dengan demikian, berlangsunglah jenis metode yang mendidik anak secara diam-diam dan tanpa disadari.” Pendidikan Agama Kristen di Gereja Pendidikan Kristen di Gereja dilaksanakan dalam berbagai kategori seperti Sekolah Minggu dan katekisasi. Selain itu melalui khotbah-khotbah yang berbentuk pengajaran doktrin seperti Allah Tritunggal, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, Akhir zaman, pengajaran tentang malaikat, pengajaran tentang iblis dan cara kerjanya. Pengajaran tentang ajaran-ajaran sesat. Pengajaran tentang Alkitab adalah firman Allah yang memiliki otoritas untuk mengukur doktrin dan perilaku orang Kristen. Intinya Gereja berperan dalam pendidikan Kristen, baik itu melalui pengajaran maupun keteladanan hidup anggota jemaat yang dapat memberi didikan kepada siswa atau orang yang membutuhkan pendidikan Kristen. Gereja tidak hanya mendidik melalui pengajaran Kristen tetapi juga melalui kehidupan nyata. Iris V. Cully menyatakan “sejak permulaan gereja telah menjadi masyarakat yang mengajar”. Hal ini menegaskan bahwa dimanapun dan kapan saja Gereja merupakan masyarakat yang tetap meneruskan pengajaran. Gereja tidak hanya mengajar tetapi juga melalui keteladanan hidup, baik melalui pendeta atau gembala-gembala sidang, majelis dan anggota jemaat juga dapat menolong siswa dalam nilai-nilai Kristiani. Jadi, Gereja menjadi tempat kedua para siswa mendapat pendidikan Kristen.

Pendidikan Agama Kristen di Sekolah

Pendidikan Krisaten di sekolah merupakan Pendidikan bernilai Kristiani yang mendukung program pemerintah sebagai wakil Allah di bumi. Pemerintah bertindah secara umum untuk kepentingan masyarakatnya yang didalamnya ada orang Kristen, dan saudara-saudara kita dari agama lain yang diakui oleh Negara. Pendidikan Kristen di sekolah didasarkan pada kurikulum yang didalamnya telah ditentukan standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator-indikatornya. Semuanya bertujuan untuk menciptakan kecakapan dalam diri peserta didik. Dalam proses pendidikan Kristen di sekolah berlangsung tindakan mengajar dan memberi teladan (sikap hidup atau perilaku guru yang sesuai dengan ajaran Kristen). Keteladanan adalah cara mendidik melalui perilaku yang baik dari setiap pendidik Kristen atau guru di sekolah yang akan mempengaruhi peserta didik atau siswa di sekolah. Sedangkan mengajar melibatkan pemberdayaan intelek individu untuk meningkatkan tubuh, pikiran dan jiwa. Hal ini tidak berarti bahwa keteladanan tidak melibatkan pikiran dan jiwa. Pikiran sangat diperlukan dalam kehidupan karena dengan pikiran itulah kemudian setiap orang mengaplikasikan apa yang diketahuinya dalam perilaku hidupnya.
Pendidikan Agama Kristen di sekolah memiliki manfaat seperti yang dikemukakan E. G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, yaitu:
(1) Gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri, seperti Sekolah Minggu dan Katekisasi.
(2) Anak-anak yang menerima pendidikan Kristen di sekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan keagamaan ada hubungannya
(3) Meringankan beban biaya Gereja yang harus dikeluarkan untuk pendidikan Kristen di sekolah
(4) Agama mulai menjadi bagian kebudayaan setiap rakyat.

Bila PAK di sekolah merujuk pada pendidikan Kristen menurut I Korintus 13:4. Maka peserta didik akan mendapatkan perubahan dengan indikator kasih itum yakni:
a. Murah hati
b. Tidak cemburu
c. Tidak memegahkan diri dan tidak sombong
d. Tidak melakukan yang tidak sopan
e. Tidak mencari keuntungan diri sendiri
f. Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak bersedia memaafkan orang yang bersalah padanya)
g. Tidak bersukacita karena ketidak adilan tetapi karena kebenaran
h. Sabar menanggung segala sesuatu

Dengan demikian PAK memiliki ciri yang Khas yaitu: mempertemukan siswa dengan Tuhan yang berbicara melalui firman-Nya, Bersifat Partisipasif, Terbuka terhadap perubahan, Berkelanjutan, Terarah dan terencana, Manusia Orientet, yaitu Pendidikan Agama Kristen berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut pembaharuannya, penghayatannya, pembentukan sikap dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.
Cara menemukan 24 Kompetensi Teologi

Cara menemukan 24 Kompetensi Teologi


Apakah Anda mencari bagaimana cara menemukan 24 kompetensi Teologi Hamba Tuhan untuk penelitian mahasiswa? Berikut saya kemukakan hasil dari 24 kompetensi teologi tersebut. Silakan pelajari 24 Kompetensi Teologi berikut ini:

24 Kompetensi Teologi Hamba Tuhan dalam Memelihara Kebinekaan

1. Teologi Perjanjian
2. Teologi Penciptaan
3. Teologi Sabat
4. Teologi Paskah
5. Teologi Mesianik
6. Teologi Pengharapan
7. Teologi Kekudusan
8. Teologi Berkat
9. Teologi Salib
10. Teologi Matius
11. Teologi Markus
12. Teologi Lukas
13. Teologi Yohanes
14. Teologi Petrus
15. Teologi Paulus
16. Teologi Reformasi Marthin Luther
17. Teologi Reformasi John Calvin
18. Teologi Baptis
19. Teologi Pentakosta
20. Teologi Karismatik

Masalah Penelitian

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki ragam kebinekaan. Kebinekaan yang dimaksud seperti: Kebinekaan budaya, bahasa,suku, agama dan lain-lain. Kebinekaan tersebut merupakan realitas yang tidak dapat dihindari oleh warga Indonesia. Setiap warga terlahir dalam kebinekaan. Sering terjadi bahwa kebinekaan itu bisa berlangsung secara harmonis tetapi bisa juga terjadi ketegangan karena kebinekaan tersebut. Ketegangan itu terjadi manakala salah satu unsur kebinekaan itu salah dimanfaatkan oleh kelompok atau individu untuk kepentingan sesaat.
Dalam Konteks demikian bagaimana seorang hamba Tuhan memiliki sejumlah kompetensi, khususnya kompetensi Teologi untuk merawat kebinekaan tersebut. Sejauh mana hubungan kompetensi teologi hamba Tuhan berkontribusi dalam merawat kebinekaan?

Semoga menginspirasi Calon Sarjana Teologi, Magister Teologi, Doktor Teologi dalam mengadakan penelitian mahasiswa (Skripsi S.Th., Tesis M.Th., Disertasi D.Th.)
Penelitian Biblika untuk Teologi dan PAK

Penelitian Biblika untuk Teologi dan PAK


Hidup ini bermakna bila saling berbagi. Dalam rangka itulah kami ingin berbagi topik-topik penelitian yang disebut dengan penelitian yang bersifat Biblika untuk Teologi dan Pendidikan Agama Kristen. Kami mengklasifikasikan sessuai jurusan atau konsentrasi, yaitu Teologi Kependetaan dan Pendidikan Kristen. Silakan ikuti judul-judul berikut ini:

Judul Penelitian untuk S.Th., M.Th., dan D.Th. (Teologi)

1. Pengaruh Khotbah Pendeta Terhadap Tingkat Pemahaman warga jemaat tentang Keutamaan Kristus Menurut Kolose 1:15-20

2. Pengaruh Pendeta Berkhotbah secara Eksegesis terhadap Tingkat Pemahaman Jemaat tentang Makna Frasa Kristus adalah Gambar Allah yang nyata dari diri Allah yang tidak kelihatan Menurut Kolose 1:15

3. Pengaruh Tingkat Pemahaman warga Jemaat tentang Makna Frasa Kristus adalah Gambar Allah yang nyata dari diri Allah yang tidak kelihatan Menurut Kolose 1:15 terhadap Kesetiaan Beribadah di Gereja .......

4. Pengaruh Khotbah Eksegesis terhadap Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna Bertumbuh dalam Pengetahuan yang benar tentang Allah Menurut Kolose 1:11

5. Epistemologi Teologis Menurut Kolose 1:11 terhadap Kualitas Pelayanan Jemaat di Tengah Masyarakat Multikultural di .....

6. Pengaruh Khotbah Gembala terhadap Epistemologi Teologis Jemaat yang sesuai dengan Kolose 1:11

7. Hubungan Pengampunan dosa Menurut Kolose 1:14 Terhadap Ketekunan iman Anggota Jemaat Gereja .......

8. Tingkat Pemahaman Warga Jemaat tentang makna frasa kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik, bertumbuh, dikuatkan, mengucapsyukur dengan sukacita menurut Kolose 1:12 terhadap Konsistensi Kehidupan orang Kristen di tengah kemajemukan

9. Mengetahui Kehendak Allah dengan sempurna menurut Kolose 1:9 terhadap tujuan hidup Anggota Jemaat di Gereja ...............

10. Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna oleh Dialah, Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya menurut Kolose 1:20 terhadap Kedamaian hati peserta didik di SMA .....

11. Tingkat pemahaman tentang makna Yesus yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, Ia lebih utama dalam segala sesuatu Berdasarkan Kolose 1:18

12. Memperdamaikan Menurut Kolose 1:20 terhadap Keharmonisan Vertikal dan Horisontal Warga Jemaat dalam Masyarakat Majemuk

13. Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna frasa untuk menempatkan kamu kudus, dan tidak bercela, tidak cacat di hadapan TUHAN Menurut Kolose 1:22 terhadap kesaksian hidup orang Kristen di tengah masyarakat multikultural

14. Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna frasa untuk menempatkan kamu kudus, dan tidak bercela, tidak cacat di hadapan TUHAN Menurut Kolose 1:22 terhadap Pertumbuhan Iman orang Kristen di tengah masyarakat multikultural

Judul-judul di atas, ada yang dua variabel, tiga variabel, dan empat variabel. Misalnya no. 13 dapat dibuat 4 variabel:

X1 = Kudus X2 = Tidak bercela X3 = Tidak Bercacat Y = Kesaksian hidup orang Kristen di Tengah Masyarakat Majemuk atau bisa juga Pertumbuhan iman (lihat no. 14)

Judul Penelitian untuk S.Pd.K., M.Pd.K., D.Th. (Pendidikan Kristen)

1. Pengaruh Tingkat Pemahaman Guru PAK tentang Keutamaan Kristus Menurut Kolose 1:15-20 Terhadap Kualitas Pelayanan Pengajaran di SD/SMP/SMU ....

2. Pengaruh Khotbah Guru PAK terhadap Tingkat Pemahaman Jemaat tentang Makna Frasa Kristus adalah Gambar Allah yang nyata dari diri Allah yang tidak kelihatan Menurut Kolose 1:15

3. Pengaruh Tingkat Pemahaman Guru Agama Kristen tentang Makna Frasa Kristus adalah Gambar Allah yang nyata dari diri Allah yang tidak kelihatan Menurut Kolose 1:15 terhadap Perubahan Karakter Peserta didik di SD/SMP/SMA ......

4. Pengaruh Khotbah Eksegesis Guru PAK terhadap Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna Bertumbuh dalam Pengetahuan yang benar tentang Allah Menurut Kolose 1:11

5. Epistemologi Teologis Guru PAK Menurut Kolose 1:11 terhadap Kualitas Pelayanan Eduaksi Pendidik Kristen di SMK .....

6. Pengaruh Khotbah Guru PAK terhadap Epistemologi Teologis peserta didik di SMA ..... yang sesuai dengan Kolose 1:11

7. Hubungan Pengampunan dosa Menurut Kolose 1:14 Terhadap Ketekunan iman peserta didik Kristen di Masyarakat Pluralistik

8. Tingkat Pemahaman Peserta didik tentang makna frasa kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik, bertumbuh, dikuatkan, mengucapsyukur dengan sukacita menurut Kolose 1:12 terhadap Konsistensi Kehidupan peserta didik di tengah kemajemukan

9. Mengetahui Kehendak Allah dengan sempurna menurut Kolose 1:9 terhadap tujuan pengajaran Guru Pendidikan Kristen di SD/SMP/SMU .......

10. Tingkat Pemahaman Jemaat tentang makna oleh Dialah, Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya menurut Kolose 1:20 terhadap Kedamaian hati peserta didik di SMA .....

11. Tingkat pemahaman tentang makna Yesus yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, Ia lebih utama dalam segala sesuatu Berdasarkan Kolose 1:18

12. Memperdamaikan Menurut Kolose 1:20 terhadap Keharmonisan Vertikal dan Horisontal Pesertadidik dalam Masyarakat Majemuk

13. Tingkat Pemahaman Peserta didik tentang makna frasa untuk menempatkan kamu kudus, dan tidak bercela, tidak cacat di hadapan TUHAN Menurut Kolose 1:22 terhadap kesaksian hidup orang Kristen di tengah masyarakat multikultural

14. Tingkat Pemahaman Guru PAK tentang makna frasa untuk menempatkan kamu kudus, dan tidak bercela, tidak cacat di hadapan TUHAN Menurut Kolose 1:22 terhadap Pertumbuhan Iman peserta didik Kristen di tengah masyarakat multikultural

15. Hubungan menjadi publisher propellerads dengan berpenghasilan dollar terhadap semangat melaksanakan tugas pengajaran di Sekolah Formal.

Semoga menginspirasi menemukan variabel penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi dalam bidang Teologi Penggembalaan dan Pendidikan Kristen.

Salam YM



Mengajar mengaktualkan visi

Mengajar mengaktualkan visi


Seorang guru yang visioner memiliki semangat dalam memaksimalkan seluruh potensi untuk mencapai tujuan pengajaran. Visi sedemikian kuat menggerakan seorang guru. Itulah sebabnya Visi yang Menggerakan Seorang Guru dalam Mengajar perlu dibaca secara baik dan diimplementasikan dalam kehidupan seorang guru
Guru mengajar memerlukan metode. Metode apapun yang dipakai guru dalam mengajar harus dilaksanakan di atas dasar gairah mengajar yang didasarkan atas panggilan. Panggilan yang dimaksud yakni seorang guru mesti memastikan dalam dirinya bahwa ia dipanggil Tuhan untuk melaksanakan tugas mengajar. Kesadaran ini akan menyebabkan seorang guru melaksanakan pengajaran dengan sukacita dan bukan secara paksaan. Mengajar adalah bagian dari perintah Tuhan. Oleh karena itu maka tugas ini mesti dilaksanakan secara baik dan bertanggungjawab.
Seorang guru yang menyadari bahwa ia melaksanakan tugas mengajar karena panggilan Tuhan maka kesadaran ini mempengaruhi pemahaman dan tindakannya dalam mempersiapkan metode yang efektif sehingga dapat mempengaruhi peserta didik dalam minat belajar. Pesrta didik akan terdorong oleh pengaruh dari seorang guru yang mewujudkan kesadaran akan panggilan Tuhan dalam hal mengajar melalui pemanfaatan metode yang digunakannya.
Meningkatkan Pengetahuan tentang teori Metode Mengajar
Metode adalah cara yang dipergunakan guru untuk mengajar peserta didik. Atau metode berarti pengaturan pokok pelajaran yang menjadikan paling efektif dalam pemakaiannya.”
Memanfaatkan Metode Mengajar Secara Bervariasi
Metode mengajar sangat banyak, diantaranya metode ceramah, diskusi, tanyajawab, sosiodrama, cerita, drama,
Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik maka seorang guru perlu memanfaatkan metode mengajar secara bervariasi. Artinya metode mengajar yang dipakai dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen tidak boleh terpaku hanya pada satu metode mengajar. Misalnya dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran guru Pendidikan Agama Kristen hanya menggunakan metode ceramah yang bersifat monoton. Seorang guru dapat memilih beberapa metode mengajar, seperti: metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dalam mengajar. Caranya yakni guru menjelaskan materi seperlunya selanjutnya mengarahkan peserta didik dalam Tanya jawab serta diskusi untuk topic materi yang dijelaskan.
Namun perlu diketahui bahwa pemanfaatan metode mengajar secara bervariasi dalam mengajar disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran.
Bila guru memakai metode drama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen sehingga peserta didik meningkat minatnya belajar maka perlu dipahami bahwa metode drama dipakai untuk menunjukkan secara langsung dan memberikan pesan yang hidup kepada para pendengar, sehingga mereka bisa langsung mengerti makna sesungguhnya. Drama dapat dipersiapkan terlebih dulu, namun juga bisa secara spontan, seperti ketika Dia mengusir orang-orang yang berjual beli di Bait Allah ( Matius 21:12-16.) Jadi, metode drama adalah usaha guru memainkan kembali suatu lakon, sejarah atau cerita dalam sebuah adegan yang berhubungan dengan materi yang dijelaskan. Melalui drama pelaku dapat menghidupkan kembali peristiwa sejarah ataupun menggambarkan suatu kejadian yang baru. Misalnya cerita Zakeus dan lain-lain.
Jadi guru dapat memilih beberapa pokok dalam pelajaran Agama Kristen yang dapat disampaikan dengan bentuk drama. Bila metode drama hendak dipakai dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas, maka para peserta didik dapat dilibatkan sebagai pelaku atau tokoh yang ada dalam cerita atau peristiwa yang didramakan tersebut (dikenal dengan nama role playing). Metode drama adalah satu cara mengajar yang berbentuk upaya untuk menggambarkan setepat-tepatnya suatu peristiwa dalam sejarah atau kehidupan modern kepada para orang-orang yang menyaksikannya untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan.
Metode Cerita. Guru Pendidikan Agama Kristen dapat menggunakan metode cerita dalam menyampaikan pelajaran Agama Kristen. Supaya peserta didik meningkat minatnya dalam belajar maka hendaknya guru dapat melibatkan peserta didik sebagai penutur. Artinya guru tidak boleh mendominasi dalam berlangsungnya proses pembelajaran dengan metode bercerita. Dalam hal ini guru dan peserta didik berbagi peran dalam bertutur. Metode cerita adalah cara mengajar dengan bercerita. Dalam metode berceita, baik guru ataupun anak didik dapat berperan sebagai penutur. Yesus menggunakan metode bercerita dalam mengajar seperti cerita atau perumpamaan tentang: penabur (Markus 4:1-20); pelita dan ukuran (Markus 4:21-25); benih yang tumbuh (Markus 4:26-29); perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi (Markus 4:30-34). Cerita tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7); dirham yang hilang (Lukas 15:8-10); anak yang hilang (Lukas 15:11-32); bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-9), dsb. Orang Samaria yang baik hati.
Metode Ceramah. Metode ceramah merupakan metode yang paling popoler dan konvensional. Banyak pendidik yang menerapkan metode ini dalam pembelajaran mereka. Berpidato, kampanye, berkhotbah, dan sebagainya merupakan bentuk metode ceramah. Dalam praktiknya, penggunaan metode ceramah dalam mengajar. Yesus menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Penggunaan ceramah dalam mengajar dapat diperhatikan dalam Matius 26:1 “Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya…” Contoh itu merupakan kalimat narasi yang mengomentari pengajaran atau ceramah Yesus sebagaimana tercatat dalam pasal 24-25 yang merupakan kelanjutan dari kritik pedas Tuhan Yesus terhadap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat (pasal 23).
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tuhan Yesus memakai metode ceramah ini dalam pelayanan-Nya, khususnya ketika berbicara dengan orang banyak, meskipun kadang-kadang juga terhadap kelompok kecil. Beberapa di antara penerapan metode ceramah-Nya yang paling panjang dan terkenal adalah Khotbah di Bukit (Mat. 5-7); ketika mengajar tentang akhir zaman (Mat. 24-25); ceramah menjelang perpisahan-Nya dengan para murid (Yoh. 14-17), dsb. Dalam Khotbah di Bukit (Matius 5-7) Tuhan Yesus berkhotbah (berceramah) tanpa diselingi oleh pertanyaan para pendengar-Nya.
Jadi, yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara guru menyampaikan pengajaran dengan berpidato atau menjelaskan bahan pengajaran dan murid menerimanya dengan menggunakan segenap indranya. Jadi, metode ceramah adalah cara yang dipakai oleh guru untuk menyampaikan pengajaran dengan berpidato atau menjelaskan bahan pengajaran secara terus menerus dan murid mendengarkannya dengan menggunakan segenap indranya.
Metode Bertanya. Metode bertanya adalah cara mengajar dimana guru menyampaikan pertanyaan dengan tujuan meminta keterangan atau penjelasan kepada murid. Dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus banyak menggunakan metode bertanya, yang kadang-kadang memerlukan jawaban, tetapi kadang-kadang bersifat oratoris sehingga tidak memerlukan suatu jawaban. Pertanyan yang membutuhkan jawaban misalnya pertanyaan Tuhan Yesus kepada murid-murid dan kepada Petrus tentang siapakah Mesias itu (Matius 16:13-20; Markus 8:27-30; Lukas 9:18-21.). Pada waktuTuhan Yesus bertanya kepada mereka, maka mereka menjawab, baik berdasarkan apa yang didengar oleh orang lain maupun jawaban murid sendiri. Tetapi ada pertanyaan yang tidak perlu dijawab oleh pendengar, tetapi malah dijawab oleh Tuhan Yesus sendiri.
Contoh metode pertanyaan digunakan oleh Tuhan Yesus antara lain sebagai berikut: Matius 16: 13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" 14 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." 15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" 16 Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" 17: 10 Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" 11 Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu..” 22: 15 Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. 17 Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" 18 Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Markus 12: 28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" 29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis

Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis


Bagaimana Kesehatan Tubuh dalam Perspektif Teologis, khususnya Perspektif Teologis Kristen? Artikel berikut ini membahas kesehatan tubuh sebagai bagian dari tanggungjawab memelihara bait Allah: "TUBUH adalah BAIT Allah. Ikuti dalam uraian berikut ini.

Tubuh ini adalah bait Allah. Oleh karena itu perlu dipelihara secara baik dan bertanggungjawab. Penulis Kitab Kejadian menyaksikan bahwa Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan Allah (Kej. 1:26). Namun ada perbedaan antara Allah dan manusia. Allah itu Roh,sementara manusia memiliki tubuh. Tubuh manusia rentang terhadap sakit penyakit. Oleh karena itu maka Allah melengkapi tubuh manusia dengan kemampuan berpikir agar manusia mampu mengelola sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhannya, khususnya pemeliharaan tubuh agar tetap sehat. Binatang tidak membutuhkan rumah, tetapi manusia membutuhkan rumah. Binatang tidak perlu memasak air untuk diminum, tetapi manusia perlu memasak air untuk diminum. Dalam konteks ini, nampak bahwa daya tahan tubuh manusia berbeda dengan daya tahan tubuh binatang. Bila manusia meminum air seperti binatang meminum air maka jelas manusia terkena berbagai penyakit.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas menolong orang percaya dalam usaha memikirkan secara teologis dalam perspektif iman Kristen tentang kesehatan tubuh Kesehatan tubuh dapat dipikirkan secara mendalam dalam berbagai disiplin keilmuan. Misalnya kesehatan tubuh ditinjau dari filsafat, kesehatan tubuh ditinjau dari biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, etika dan teologi, dan lain-lain. Jadi, jelas bahwa salah satu realitas dapat ditinjau atau dipikirkan secara mendalam dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam penelitian ini, penulis meninjau kesehatan tubuh dari sisi etis-teologis”. Dari namanya menjadi jelas bahwa ada penggabungan dua disiplin keilmuan, yaitu etika dan teologi dalam meninjau kesehatan tubuh. Kata is dalam kedua frasa yaitu etis dan teologis hendak menyatakan sifat dari tinjauan itu, yaitu tinjauan yang sifatnya berdimensi etika (benar-salah = norma), dan berdimensi nalar yang berhubungan dengan Tuhan. Artinya kesehatan tubuh dipikirkan secara mendalam dalam kerangka benar-salah/baik-buruk tindakan/praktik kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan dari relasi logi tinjauan yang berlangsung dalam kontrol firman Tuhan sebagaimana yang disaksikan dalam Alkitab.
Berdasarkan menjadi alat yang berguna bagi kebutuhan hidup. Setiap orang menghendaki agar tubuhnya sehat. Untuk mencapai maksud ini, berbagai upaya dilakukan untuk tetap menjaga agar tubuh tetap sehat.tubuh yang sehat memerlukan usaha Untuk menjaga tubuh yang sehat maka ada berbagai upaya yang dilakukan Kesehatan tubuh dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang keilmuan, namun dalam penelitian ini kesehatan tubuh hanya ditinjau secara etis-teologis.
Berdasarkan maksud di atas maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tinajauan etis-teologis terhadap kesehatan tubuh adalah sejumlah hasil berpikir ilmiah (kebenaran rasional dan kebenaran empiris) terhadap kesehatan tubuh yang bersifat etis-teologis dalam komunitas Kristen yang didasarkan pada Alkitab. Operasional dari definisi ini yakni tinjauan etis-teologis yang dimaksud disini yakni apakah kesehatan tubuh itu sesuatu yang benar atau salah bila diperhatikan dan dilakukan oleh komunitas Kristen. Bila kesehatan tubuh adalah hal yang benar maka apa normanya, sebaliknya bila kesehatan tubuh itu salah atau tidak perlu dipikirkan maka apa normanya?.

Pemikiran teologis tentang kesehatan tubuh tentu didasarkan pada kesaksian Alkitab. Kesaksian Alkitab memang harus ditafsir. Untuk itulah perlu menggunakan pandangan para pakar atau teolog tentang perihal menjaga pola makan dengan memilah serta memilih makanan yang benar-benar berguna bagi kesehatan tubuh kita merupakan sebuah keharusan moral yang memiliki fondasi teologis.
Beberapa ahli percaya bahwa pengendalian diri dalam hal memilih dan mengkonsumsi makanan-makanan yang berguna bagi kesehatan merupakan sebuah moral imperative (keharusan moral) yang memiliki fondasi teologis. Ada ahli seperti Williamson percaya bahwa keharusan etis untuk menjaga pola makan yang sehat didasarkan atas doa untuk kesehatan tubuh. Doa bagi kesehatan tubuh harus diikuti dengan tanggung jawab orang percaya untuk menjaga kesehatan tubuhnya, salah satunya adalah dengan cara menjaga pola makan yang sehat. Paradigma bahwa orang Kristen adalah orang yang diberkati, kaya, berkelimpahan dan tidak kurang sesuatu apapun ditambah dengan iman Kristen bahwa Tuhan Yesus sanggup menyembuhkan segala penyakit membuat banyak orang Kristen hidup secara tidak bertanggungjawab. Banyak orang Kristen menyantap segala makanan dengan interpretasi bahwa semua makanan adalah berkat yang berasal dari Allah. Memang segala sesuatu diperbolehkan untuk dimakan tetapi tidak semuanya berguna. Makanan untuk perut. Tetapi tidak semua makanan layak untuk perut. Artinya orang Kristen harus memperhatikan secara teliti apa yang masuk ke dalam tubuh.
Pandangan yang jauh lebih kuat menegaskan aspek teologis dari hukum-hukum mengenai makanan dalam Alkitab adalah pandangan Advent Hari Ketujuh. Seorang teolog Advent, Jiri Moskala, mengemukakan tipikal pandangan ini dalam sebuah artikel berjudul: “The Validity of the Levitical Food Laws of Clean and Unclean Animals: A Case Study of Biblical Hermeneutics.” Menurut Moskala, hukum-hukum mengenai makanan seperti yang terdapat dalam Kitab Imamat, tidak pernah dianulir validitasnya di dalam PB. Menurutnya, bukan hanya tidak membatalkan validitas hukum-hukum tersebut, melainkan juga tidak pernah memakan makanan-makanan yang ditetapkan tidak tahir dalam PL. Bahkan, karya penebusan Kristus yang menggenapi hukum-hukum dalam PL tidak berkaitan dengan hukum-hukum mengenai makanan. Bagian-bagian PB seperti: Markus 7:19b; Matius 15:11, 17-20; dan Kisah 10, tidak dilihat oleh Moskala sebagai dasar pembatalan hukum-hukum mengenai makanan dalam PL. Bagian-bagian ini hanya dimaksukan untuk melawan penyalahgunaan hukum-hukum tersebut, bukan pembatalan terhadap hukum-hukum tersebut.
Sampai di sini, kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam konteks jaman itu, Allah memelihara kekudusan umat-Nya sebagai refleksi dari kekudusan-Nya sendiri dengan menetapkan hukum mengenai tahir dan tidak tahir berkenaan dengan binatang-binatang tertentu sekaligus untuk membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain. Allah adalah standar ultimat bagi pendefinisian diri Israel baik sebagai bangsa maupun sebagai umat religius. Motif seperti ini, terlihat jelas dalam kehidupan Daniel seperti yang akan diulas di bawah ini.
Dalam Daniel 1:8. Daniel adalah salah seorang tawanan yang dibawa dari Yerusalem ke Babilonia ketika raja Nebukadnezar menaklukkan Yerusalem. Sebagai seorang keturunan bangsawan (Dan. 1:3), kecakapan dan perawakan Daniel memikat hati raja Nebukadnezar sehingga ia diperbolehkan untuk melayani raja. Dalam Daniel 1:8, tercatat: “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasanya diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tiak usah menajiskan dirinya.”
Ketetapan hati Daniel di atas dan permintaannya ditanggapi demikian oleh pegawai istana tersebut: “Aku takut, kalau-kalau tuanku raja, yang telah menetapkan makanan dan minumanmu, berpendapat bahwa kamu kelihatan kurang sehat dari pada orang-orang muda lain yang sebaya dengan kamu, sehingga karena kamu aku dianggap bersalah oleh raja” (1:10). Daniel kemudian menawarkan agar ia dan teman-temannya (bnd. 1:6, 11) hanya memakan sayuran selama tiga puluh hari, namun mereka tetap kelihatan lebih gemuk dari semua orang muda yang memakan santapan raja (1:12-15).
Lontaran-lontaran di atas tidak mengindikasikan bahwa perihal mereka memakan sayuran saja yang membuat mereka sehat dan kelihatan lebih gemuk dari orang-orang lainnya yang memakan santapan raja. Daniel 1:8 jelas memberikan indikasi bahwa Tuhan memelihara kesehatan mereka karena komitmen mereka untuk tidak menajiskan diri mereka dengan santapan sang raja. Pertanyaannya adalah apakah alasan Daniel menganggap bahwa santapan sang raja itu najis sehingga ia harus menahan diri untuk tidak mencicipinya?
Memang kita telah membahas tentang Imamat 11 dan Ulangan 14 di atas yang membuka peluang untuk mempertimbangkan kemungkinan akan alasan mengenai makanan haram di atas. Juga, dalam tradisi Yahudi, telah menjadi konsensus untuk tidak mencicipi makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala (bnd. 4Mak. 5:2-3;; bnd. 1Kor. 8:1-13). Bagi penulis, penolakan itu harus dipahami berdasarkan konsep makanan dalam konteks kovenan dalam kebudayaan pada masa itu. Pada masa itu, mencicipi hidangan yang sama berarti seseorang mengikatkan dirinya kepada pihak-pihak yang dengannya ia menyantap bersama (Kej. 31:54; Kel. 24:11; Neh. 8:9-12; bnd. Mat. 26:26-28). Dalam kategori ini, menyantap makanan raja berarti orang-orang yang berada di bawah otoritas raja itu harus menundukkan diri mereka secara mutlak kepada raja. Itulah sebabnya, Baldwin menyatakan bahwa kenajisan yang dihindari Daniel dan kawan-kawannya tidak berkaitan dengan aturan atau ritual tertentu mengenai makanan, tetapi lebih kepada keterhisaban kovenan ke dalam otoritas mutlak raja.

Semoga berguna

Judul Karya Ilmiah Mahasiswa STT

Judul Karya Ilmiah Mahasiswa STT


Mahasiswa STT selalu mencari ide untuk menulis karya akhir studi seperti skripsi, tesis dan disertasi. Beberapa judul berikut ini semoga membantu anda dalam menemukan ide penelitian karya ilmiah pada tingkat Sarjana Teologi, Sarjana Pendidikan Kristen dan Magister Teologi serta Pendidikan Kristen.

1.Eksistensi Guru Sekolah Minggu dalam Gereja
2. Urgensi pelayanan Okultisme dalam Pelayanan Pastoral
3. Melayani Pekerja Seks Komersial di Kota dengan Sikap Kasih
4. Penderitaan dan Kehadiran Tuhan
5. Keyakinan Kepastian Keselamatan Terhadap Semangat Pelayanan Penginjilan
6. Peranan Gereja Perempuan Menurut Lukas 8:1-3
7. Pengaruh Pertengkaran Suami Istri Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
8. Kajian Teologis Motivasi Pekabaran Injil Rasul Paulus Berdasarkan I Korintus Terhadap Warga Jemaat dalam Pekabaran Injil
9. Pengaruh Tingkat Pemahaman Jemaat Tentang Makna Ibadah terhadap Kesetiaan Beribadah
10. Pengaruh Pelayanan Pastoral Terhadap Motivasi Kerja Karyawan di Perusahan A
11. Pengaruh Bahasa Roh Terhadap Ketekunan Beribadah
12. Keyakinan akan “Kuasa Dalam Nama Yesus” Terhadap Pengusiran Iblis
13. Pengaruh Menyebut “dalam Nama Yesus” Terhadap Uji Nyali
14. Pendekatan Firal Eksegesis Terhadap Gada dan Tongkat Menurut Mazmur 23:4
15. Pengaruh Pelaksanaan Persekutuan Doa Terhadap Pertumbuhan Gereja
16. Pengaruh Disain Kurikulum Sekolah Minggu Terhadap Sekolah Minggu yang Menyenangkan
17. Tingkat Pertumbuhan Iman Terhadap Kesetiaan dalam Kepercayaan Kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
18. Studi Teologis Tentang Perceraikan Menurut Hukum Positif
19. Tingkat Kematangan Aksiologis Yusuf Terhadap Godaan Istri Potifar
20. Peran Gereja dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup Antar Umat Bergama di Daerah ....
21. Tinjauan Historis Pola-pola Pekabaran Injil Masa Lampau Terhadap Metode Pekabaran Injil Masa Kini
22. Peranan Gereja dalam Pembinaan terhadap Keterlibatan Anggota Jemaat dalam sistem Perdagangan Tradisional Orang Tehit
23. Pengaruh Penggembalaan Terhadap Keluarga yang mengalami Kedukaan 24. Efektivitas Persekutuan Jemaat Terhadap Pekabaran Injil
25. Pengaruh Tingkat Pemahaman Teologis Pelayanan Kependidikan Gereja Terhadap Pengelolaan Sekolah Swasta
26. Pengaruh Kepemimpinan Adat Terhadap Efektivitas, Efisiensi dan Produktivitas Pelayanan Gereja
27. Pengaruh Pelayanan Warga Kristen Terhadap Kesadaran Politik
28. Hubungan Harmonis Gereja-gereja di kota terhadap Harmonisasi Pelayanan
29. Kemandirian Gereja di Bidang Teologi Terhadap Kualitas Penginjilan
30. Efektivitas Pelayanan penggembalaan Pemuda Terhadap Kenakalan Pemuda
31. Hubungan Strategi dan Metode Pembinaan Majelis Jemaat di Daerah Pedesaan Terhadap Pertumbuhan Gereja Pedesaan
32. Urgensi Pemberantasan Buta Huruf Terhadap Kualitas Pertumbuhan Rohani
33. Peranan Gereja dalam pencegah Alkoholisme di Kalangan Pemuda
34. Evaluasi Teologis Kehadiran Zending Mennonite di Daerah
35. Pemanfaatan Persembahan Persepuluhan
36. Peranan Kepemimpinan Majelis Jemaat Terhadap Pertumbuhan Gereja di ..........
37. Pengaruh Adat Terhadap upacara pembaptisan Kudus di ...........
38. Efisiensi Penatalayanan Kristen Terhadap Ekonomi Gereja
39. Pengaruh Majelis Jemaat dan Pembinaan Jemaat Terhadap Semangat Penginjilan
40. Dinamika Persekutuan terhadap Pekabaran Injil
41. Pemahaman Teologis yang Sehat Terhadap Perjamuan Kudus
42. Hubungan Kearifan Lokal dengan Teologia Kerajaan Allah Terhadap Pertumbuhan Gereja Pedesaan
43. Peranan Pemuda Dalam Pertumbuhan Jemaat
44. Kontekstualisasi tari-tarian bernuansa adat dalam Liturgi Ibadah Gereja Terhadap Ibadah yang menyapa batin Warga Jemaat di ....
45. Keterbukaan Gereja terhadap Glosolalia dalam Ibadah Gereja Protestan
46. Efektivitas Pelayanan Gereja dalam lingkup Jemaat yang dikelola Perusahaan
47. Sikap Gereja Terhadap Anggota Jemaat yang Terlibat Minum Minuman Tuak
48. Peranan Gereja dalam memotivasi Jemaat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Potensi Pala
49. Motivasi Gereja terhadap Penatalayanan Kekayaan Alam 50. Sikap Gereja terhadap pelayanan Hobat-Hobatan dalam Kehidupan Jemaat di Pedesaan
51. Sikap Gereja terhadap Praktek Penyembuhan Tradisionil di Pedesaan
52. Evaluasi Teologis terhadap Sikap Toleransi Bergama dalam Kehidupan Anggota Jemaat
53. Pengaruh Pendeta Go-Blog Terhadap Tingkat Pemahaman Anggota Jemaat dalam Pemahaman Alkitab
54. Manajemen waktu sebagai Anugerah Allah Terhadap Perkembangan Gereja
55. Tingkat Pemahaman Teologis Terhadap Pelayanan Gelandangan
56. Pengaruh prinsip hidup suami istri Terhadap Keutuhan Pernikahan Menurut Efesus 5:22-25
57. Pengaruh Suami Istri yang taat dan hidup dalam Kasih Terhadap Eksisntensi Keluarga Kristen Berdasarkan Efesus 5:22-30
58. Tinjuan Teologis Terhadap Kuasa Manusia Sebagai Mandat Allah
59. Pengaruh Roh Kudus Dalam Pertumbuhan Gereja-Gereja di Kota
60. Cara Penanggulangan Miras di Kalangan Perempuan Kristen
61. Dalam Nama Yesus Terhadap Kekuatan Magis di Pedesaan
62. Peranan Kepemimpinan Perempuan dalam Organisasi Gereja
63. Pengaruh Menciptakan Ibadah Kreatif Terhadap Semangat Beribadah Hari Minggu
64. Tinjaua Teologis Perjamuan Kudus Menurut Teologi Paulus dan Korelasinya terhadap Perjamuan Kudus Dalam Jemaat Gereja ...
65. Sikap Gereja terhadap pelayanan Waria dan Pelayanan Gereja
66. Peranan Pendeta dalam Entrepreneur Jemaat
67. Seketiduran di Rumah Kost
68. Memberdayakan Keluarga Yang Tidak Produktif (Mandul) dalam Pelayanan Gereja

Kesetiaan Beribadah
Kata “kesetiaan” dapat dipakai dalam berbagai konteks, misalnya dalam konteks suami-istri, seorang suami setia memelihara kesucian kehidupan rumah tangganya dan sebaliknya seorang istri memelihara kesetiaan pada suami. Dalam berpacaranpun demikian, seseorang dituntut setia kepada pacarnya. Seorang bawahan membangun sikap kesetiaan atau loyalitas kepada atasan dan lain-lain. Dalam pembahasan ini, kata kesetiaan hendak diterapkan dalam beribadah yang dilakukan dalam kekristenan, khususnya dalam denominasi gereja.


Kesetiaan beribadah di denominasi gereja oleh anggotanya ditentukan oleh banyak faktor. Misalnya pelayanan khotbah yang menjawab kebutuhan rohani, suasana ibadah yang penuh dengan rasa kekeluargaan atau saling mengenal satu dengan yang lainnya, gedung gereja yang bagus, tempat parkir yang memadai.Namun ada pula yang setia beribadah di tempat ibadah yang sederhana seperti mengontrak rumah. Kesetiaan beribadah oleh sekelompok orang Kristen yang menjadikan tempat sederhana menjadi tempat berkumpul bersama dalam mewujudkan pertemuan teragung dengan TUHAN itu dilakukan dengan setia dari minggu ke minggu tanpa merasa terganggu karena fasilitas ibadah seperti rumah ibadah di rumah kontrakan. Hal ini menjadi fenomena menarik. Tentu tidak semua orang Kristen menjadikan rumah kontrakan menjadi tempat ibadah karena di wilayah-wilayah tertentu, hal ini tidak diperkenankan. Jadi, ini sifatnya kasustuistik. Artinya sedikit saja orang Kristen di tempat tertentu yang menjadikan rumah atau ruang pertemuan untuk ibadah Minggu.
Hal yang hendak disoroti yakni kesetiaan beribadah yang dilakukan oleh anggota gereja sebagaimana yang disebutkan di atas. Faktor apakah yang mendorong kesetiaan beribadah bagi sekelompok orang Kristen yang karena kendala tertentu harus memilih tempat kontrakan untuk beribadah Minggu. Di sisi yang lain, ada yang merasa malu bila beribadah di tempat-tempat seperti di rumah atau di ruang pertemuan. Orang-orang seperti ini merasa bangga kalau beribadah di rumah gereja. Ibadah dalam konteks Kristen dapat dipahami dalam teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Lama, kata “beribadah” dapat dihubungkan dengan kata Ibrani yaitu “abed” yang berarti “bekerja seperti seorang budak”, atau “mengabdi kepada seorang raja”, atau “melayani dalam fungsi keimaman”. Sementara dalam Perjanjian Baru dipakai kata “sebo”. Kata ini memiliki arti “menyembah”. (lihat Mat. 15:9 – Yun. “sebĂ´” (sebw) yang berarti “menyembah”. Dalam 1 Tim. 6:6 – Yun. “eusebeia” (eusebeia) yang memiliki arti: “hidup yang takut akan Allah dan melakukan kewajiban religius kepada-Nya). Jadi, ibadah dalam konteks Kristen di artikan perjumpaan TUHAN dengan manusia dan manusia dengan TUHAN. Esensi inilah yang diwujudkan dalam ibadah Minggu.