Contoh Bab II Skripsi Pendidikan Kristen

Contoh Bab II Skripsi Pendidikan Kristen


Para Mahasiswa Teologi konsentrasi Pendidikan Agama Kristen yang sedang mencari informasi Bab II Kajian Teoritis-Teologis dapat membaca artikel berikut ini.

BAB II
KAJIAN TEORITIS-TEOLOGIS

1. Pendidikan Agama Kristen

Apa itu pendidikan aGama Kristen atau Pendidikan Kristen? Dalam upaya menjawab pertanyaan ini maka perlu rancang bangun pemahaman dasar tentang arti Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen dari sisi etimologi (asal usul kata), pendidikan berasal dari kata education (Inggris), dalam bahasa Latin “ducere” artinya membimbing. Berdasarkan arti kata dari dua frasa dari Inggris dan Latin maka pendidikan diartikan “membimbing ke luar”. Sedangkan secara konseptual, pendidikan diartikan “usaha yang sadar, sistematis dan berkesinabungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun hasil dari usaha tersebut”. Menurut salah seorang pakar Pendidikan Kristen Indonesia, Pendidikan Kristen adalah tindakan terstruktur Allah Tritunggal (upaya ilahi) dan manusiawi yang memberi dampak perubahan dalam ketrampilan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan, sensitivitas, tingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen. Pendidikan mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok dan struktur oleh kuasa Roh Kudus, sehingga bersesuaian dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci, terutama dalam Kristus Yesus,serta diwujudkan oleh upaya itu (Daniel Nuhamara)
Menurut Thomas H. Groome, dalam Christian Religious Education Pendidikan Agama Kristen Berbagai Cerita dan Visi Kita Pendidikan diartikan “usaha sengaja, sistematis, dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu”( Thomas H. Groome: 2011:29).
Loading...
Bila beberapa definisi di atas dihubungkan dengan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, gereja dan sekolah formal, maka Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang bersahaja dan bertujuan, memiliki standar otoritas, memakai manusia sebagai media (alat), memiliki bahan (content) yang bersesuaian dengan tujuan, serta membutuhkan penjelasan waktu. Pendidikan Agama Kristen dilaksanakan dengan tujuan agar menanamkan nilai-nilai Kristiani dan berusaha memperlengkapi peserta didik dengan perlengkapan-perlengkapan yang sangat dibutuhkan oleh konteks di mana peserta didik berada, khususnya ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Dengan kata lain siswa dapat dimampukan untuk menjadi manusia yang berguna bagi orang lain,keluarga, gereja dan masyarakat ( Thomas H. Groome: 2011:29)
Dalam definisi terdahulu dikatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen memiliki dua sisi pengertian, yaitu upaya ilahi dan manusiawi. Upaya ilahi yaitu pendidikan adalah karya Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang karya-Nya teralami dalam diri Guru dan Peserta Didik dalam proses Pendidikan Agama Kristen. Upaya ilahiah (Upaya Allah Tritunggal: Bapa, Anak dan Roh Kudus) memampukan Guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Upaya Allah Tritunggal dalam diri Guru dan Peserta Didik dalam pengajaran ini disebut dengan “mengajar secara internal” (Konsep mengajar atau teologi mengajar yang berbasis Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), sedangkan upaya manusiawi disebut dengan tindakan mengajar secara eksternal. Hal ini berarti dalam Pendidikan Agama Kristen berlangsung kegiatan mengajar internal dan eksternal. Secara internal, proses ini tidak terlihat secara mata jasmani tetapi terasa oleh pribadi-pribadi yang melakukan tugas mengajar dan belajar. Hal ini hanya dialami dalam dimensi iman oleh guru dan peserta didik. Sedangkan aspek eksternal dari mengajar adalah kegiatan pendidikan yang nampak terlihat seperti proses pembelajaran di kelas, maupun di luar kelas. Inilah yang dimaksud dengan upaya manusiawi-transenden.
Informasi lebih lanjut sebelum frasa berikutnya:
Pendidikan Kristen adalah usaha orang dewasa memberi tuntunan berupa keteldanan hidup dan pengajaran berdasarkan isi Alkitab terhadap orang yang belum dewasa yaitu mereka yang perlu dimbing untuk menuju kepada kedewasaan rohani di dalam Yesus Kristus. Orang dewasa yang dimaksud yaitu mereka yang dewasa secara usia maupun secara pengetahuan dan kualitas karakter Kristiani yang olehnya memberi pengaruh kepada orang lain. Pengaruh tersebut dalam bentuk pengajaran maupun keteladanan melalui karakter unggul. Orang dewasa pengetahuan adalah mereka yang memiliki tingkatan pendidikan akademis (S1, S2, S3) yang akan memberi pendidikan yaitu usaha mendewasakan orang yang belum dewasa. Orang yang belum dewasa dapat dipahami dalam pengertian belum dewasa secara usia maupun pada tingkat pendidikan. Secara usia, anak yang berada di TK, SD, SMP dan SMA/SMK/Sekolah Tinggi/Perguruan Tinggi menjadi orang yang belum dewasa yang perlu mendapat pendidikan yaitu mereka dituntun orang dewasa yaitu oleh para dosen untuk mencapai kedewasaan agar dapat memenuhi tugas sebagai makluk Tuhan, sebagai manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, baik dalam hal kehidupan rohani maupun jasmani (Yonas Muanley, weblog memanusiakan manusia muda: ttp://memanusiakanmanusiamuda.blogspot.com)

Dasar Teologis Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan Agama Kristen bersumber dari Alkitab. Frasa ini menegaskan bahwa Dasar teologis Pendidikan Agama Kristen yaitu Firman Allah. Firman Allah yang dimaksud disini yaitu firman tertulis dalam Alkitab maupun Firman Langsung yaitu Yesus Kristus. Firman tertulis yaitu Alkitab mengkisahkan karya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dalam Perjanjian Lama, terdapat perintah mengajar kepada para orangtua umat pilihan-Nya sebagaimana ditegaskan dalam Ulangan 6:1-7. Dalam ayat ini para orang tua mendapat amanat untuk mengajar anak. Hak dan kewajiban orangtua dalam mengajar ditopang oleh kehendak Tuhan. Jadi kewajiban mendidik dilakukan melalui ucapan-ucapan verbal (pengajaran) tetapi juga melalui contoh hidup (pendidikan) dalam kehidupan sehari-hari melalui orangtua. Selain itu dalam Amsal 1:8 ditegaskan bahwa anak patut mendengar didikan orangtua (ayah dan ibu). Dalam Perjanjian Baru, khususnya Efesus 6:1-4 Paulus menegaskan kepada para orang tua Kristen untuk mendidik anak dalam ajaran dan nasehat Tuhan.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen harus memiliki tujuan. Tujuan ini menjadi daya penggerak dalam proses pendididkan dan pengajaran Pendidikan Agama Kristen dari masa ke masa. Oleh karena itulah tujuan pendidikan agama Kristen menjadi perhatian para ahli teologi maupun PAK dalam merumuskan tujuan PAK.
Menurut Marthen Luther, Tujuan PAK adalah menyadarkan anak didik dan orang dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya, yaitu mereka orang berdosa. Maka setiap warga harus bertobat dan berseru kepada Allah agar diampuni. Dengan kata lain, tujuan pendidikan Kristen menurut Marhin Luther yaitu melibatkan semua warga jemaat, khususnya yang muda dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta bergembira dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka di samping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya pengalaman berdoa, Firman tertulis, Alkitab, dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian secara bertanggungjawab dalam persekutuan kristen yaitu Gereja.
Menurut Calvin, tujuan pendidikan Kristen adalah proses pemupukan akal orang-orang percaya dengan Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja sehingga di dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang diaplikasikan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Yesus Kristus, berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya.
Berdasarkan pemahaman Calvin tentang pendidikan Kristen maka menurut John Calvin, tujuan Pendidikan Kristen adalah mendidik semua warga gereja agar mereka dilibatkan dalam penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh Kudus, diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta diperlengkapi untuk memilih cara-cara mewujudkan suatu pengabdian diri kepada Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan mereka sehari- hari, serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah, demi kemuliaan namaNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.

Menurut E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar, tujuan yaitu:
a. Memimpin siswa pada pengenalan akan peristiwa-peristiwa ilahi dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang ada dalam Alkitab
b. Membimbing siswa dengan kebenaran firman Allah yaitu Alkitab
c. Mendorong siswa melakukan mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab
d. Meyakinkan siswa tentang kebenaran-kebenaran Alkitab untuk pemecahan masalah dalam kehidupan.
Selain tujuan di atas, ada pula tujuan pendidikan Kristen di sekolah diselenggarakan dengan arah yang jelas. Arah itu disebut dengan tujuan. Ada tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan Kristen di sekolah. Dalam konteks ini, ada beragam pandangan tentang tujuan pendidikan di sekolah. Pembahasan ini sengaja dipisahkan dengan tujuan pendidikan Kristen menurut Kurikulum Pemerintah karena di dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan tujuan pendidikan Kristen mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Dalam kurikulum pemerintah telah dirumuskan “Standar Kompetensi” dan “Kompetensi Dasar” serta indikator-indikatornya. Dengan demikian pembahasan tujuan pendidikan Kristen dalam bahasan ini hendak mengemukakan beragama pandangan tentang pendidikan Kristen kemudian pada pokok “pendidikan Kristen di Sekolah sesuai Kurikulum Pemerintah RI, akan dibahas tujuan pendidikan Kristen di sekolah berdasarkan rumusan tujuan atau standar kompetensi yang dikeluarkan pemerintah. Dan sejauh mana isi kurikulum itu mempengaruhi siswa Kristen terhadap pembentukan karakter.
Jadi, pendidikan Kristen di sekolah adalah sebuah alat strategis dalam pembentukan iman dalam arti yang sesungguhnya, terutama di dalam menghadapi heterogenitas masyarakat Indonesia. Untuk itulah bahwa Pendidikan Kristen harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta didik yang telah mengikuti pengajaran Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan menjadi bekal utama dalam hidupnya. Faktor yang amat penting dalam mencapai keberhasilan Pendidikan Kristen di sekolah ialah guru. Oleh karena itu seorang guru Pendidikan Kristen dalam memenuhi panggilannya haruslah terus memperlengkapi diri agar menjadi alat yang berguna ditangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada Tuhan, kepada sekolah, kepada gereja dan kepada masyarakat. Pendidikan Kristen haruslah dapat membawa peserta didik menjadi pribadi yang terbuka dan mampu hidup ditengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik agama, suku ras maupun golongan.
Pendidikan Kristen yang diselenggarakan di sekolah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam Negara RI, khususnya dalam undang-undang Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah, pendidikan Kristen mendapat tempat penting dalam setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pemerintah mengatur waktu belajar secara formal di sekolah selama 2 (dua) jam pelajaran perminggu untuk penyelenggaraan. Hal ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebagai pembinaan kerohanian siswa di sekolah.
Pemerintah telah menyusun Kurikulum Pendidikan Kristen mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Diharapkan melalui kurikulum maka proses pendidikan Kristen di sekolah berlangsung sesuai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Kurikulum bukanlah satu-satunya jaminan mutu pendidikan Kristen di sekolah, mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai komponen seperti; mutu dan kualitas guru, mutu kurikulum, kemampuan peserta didik , sarana dan prasarana serta peraturan dan perundang undangan yang berlaku dan dukungan yang diberikan oleh sekolah tempat dilangsungkannya Pendidikan Kristen. Setting Pendidikan Agama Kristen. Menurut Elizabeth (2009:13) keluarga merupakan lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi untuk membentuk anak yang dikaruniakan Allah kepada setiap keluarga. Hal ini berarti Allah mendirikan keluarga agar anak belajar dari orang tua. Sebelum Allah membentuk jemaat atau Gereja, dan pemerintahan, Allah telah mentahbiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar dari suatu masyarakat. Keluarga menjadi tempat terbaik untuk menumbuhkan iman dan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan anak. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Kristen di keluarga memberi kontribusi positif terhadap pembentukan kerohanian anak sehingga anak dimampukan untuk menghadapi berbagai gerakan-gerakan yang membayakan imannya. Penjelasan di atas menekankan bahwa pendidikan Kristen di keluarga Kristen itu sangat penting. Demikian pentingnya pendidikan Kristen di keluarga maka Horace Bushnell dalam Boehlke (1997) menyatakan: “Rumah tannga Kristen yang didiami Roh anugerah Allah hendaknya menjadi gereja bagi masa kanak-kanak ... dalam rumah tangga semacam itu ada sesuatu yang lebih berharga dari pada mengajar, sesuatu yang melampaui segala usaha kemauan yang berlangsung dengan sengaja, yakni indahnya kehidupan yang baik, ketenangan iman, percaya akan pentingnya kebenaran dalam kehidupan ... Segalanya menghasilkan asuhan Kristen yang enak bagi anak. Dengan demikian, berlangsunglah jenis metode yang mendidik anak secara diam-diam dan tanpa disadari.” Pendidikan Agama Kristen di Gereja Pendidikan Kristen di Gereja dilaksanakan dalam berbagai kategori seperti Sekolah Minggu dan katekisasi. Selain itu melalui khotbah-khotbah yang berbentuk pengajaran doktrin seperti Allah Tritunggal, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, Akhir zaman, pengajaran tentang malaikat, pengajaran tentang iblis dan cara kerjanya. Pengajaran tentang ajaran-ajaran sesat. Pengajaran tentang Alkitab adalah firman Allah yang memiliki otoritas untuk mengukur doktrin dan perilaku orang Kristen. Intinya Gereja berperan dalam pendidikan Kristen, baik itu melalui pengajaran maupun keteladanan hidup anggota jemaat yang dapat memberi didikan kepada siswa atau orang yang membutuhkan pendidikan Kristen. Gereja tidak hanya mendidik melalui pengajaran Kristen tetapi juga melalui kehidupan nyata. Iris V. Cully menyatakan “sejak permulaan gereja telah menjadi masyarakat yang mengajar”. Hal ini menegaskan bahwa dimanapun dan kapan saja Gereja merupakan masyarakat yang tetap meneruskan pengajaran. Gereja tidak hanya mengajar tetapi juga melalui keteladanan hidup, baik melalui pendeta atau gembala-gembala sidang, majelis dan anggota jemaat juga dapat menolong siswa dalam nilai-nilai Kristiani. Jadi, Gereja menjadi tempat kedua para siswa mendapat pendidikan Kristen.

Pendidikan Agama Kristen di Sekolah

Pendidikan Krisaten di sekolah merupakan Pendidikan bernilai Kristiani yang mendukung program pemerintah sebagai wakil Allah di bumi. Pemerintah bertindah secara umum untuk kepentingan masyarakatnya yang didalamnya ada orang Kristen, dan saudara-saudara kita dari agama lain yang diakui oleh Negara. Pendidikan Kristen di sekolah didasarkan pada kurikulum yang didalamnya telah ditentukan standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator-indikatornya. Semuanya bertujuan untuk menciptakan kecakapan dalam diri peserta didik. Dalam proses pendidikan Kristen di sekolah berlangsung tindakan mengajar dan memberi teladan (sikap hidup atau perilaku guru yang sesuai dengan ajaran Kristen). Keteladanan adalah cara mendidik melalui perilaku yang baik dari setiap pendidik Kristen atau guru di sekolah yang akan mempengaruhi peserta didik atau siswa di sekolah. Sedangkan mengajar melibatkan pemberdayaan intelek individu untuk meningkatkan tubuh, pikiran dan jiwa. Hal ini tidak berarti bahwa keteladanan tidak melibatkan pikiran dan jiwa. Pikiran sangat diperlukan dalam kehidupan karena dengan pikiran itulah kemudian setiap orang mengaplikasikan apa yang diketahuinya dalam perilaku hidupnya.
Pendidikan Agama Kristen di sekolah memiliki manfaat seperti yang dikemukakan E. G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, yaitu:
(1) Gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-pemuda yang sukar dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri, seperti Sekolah Minggu dan Katekisasi.
(2) Anak-anak yang menerima pendidikan Kristen di sekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan keagamaan ada hubungannya
(3) Meringankan beban biaya Gereja yang harus dikeluarkan untuk pendidikan Kristen di sekolah
(4) Agama mulai menjadi bagian kebudayaan setiap rakyat.

Bila PAK di sekolah merujuk pada pendidikan Kristen menurut I Korintus 13:4. Maka peserta didik akan mendapatkan perubahan dengan indikator kasih itum yakni:
a. Murah hati
b. Tidak cemburu
c. Tidak memegahkan diri dan tidak sombong
d. Tidak melakukan yang tidak sopan
e. Tidak mencari keuntungan diri sendiri
f. Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak bersedia memaafkan orang yang bersalah padanya)
g. Tidak bersukacita karena ketidak adilan tetapi karena kebenaran
h. Sabar menanggung segala sesuatu

Dengan demikian PAK memiliki ciri yang Khas yaitu: mempertemukan siswa dengan Tuhan yang berbicara melalui firman-Nya, Bersifat Partisipasif, Terbuka terhadap perubahan, Berkelanjutan, Terarah dan terencana, Manusia Orientet, yaitu Pendidikan Agama Kristen berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut pembaharuannya, penghayatannya, pembentukan sikap dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.