Kabar eirene untuk pembaca blog: Telah hadir 5 Variabel Bebas dan 1 Variabel Terikat untuk penelitian Teologi Kristen. Untuk program Doktoral dapat meneliti 5 variabel yang saya posting, sedangkan untuk Magister bisa dibatasi pada 3 variabel, dan terakhir untuk Sarjana Teologi bisa memilih 2 varia penelitian dalam postingan berikut. Variabel itu dipilih sesuai minat yang terpatri dalam diri.
Rumusan Variabel Penelitian:
1.Pendeta sebagai seorang Pengkhotbah (X1)
2.Pendeta sebagai seorang Pemimpin(X2)
3.Pendeta sebagai seorang Gembala (X3)
4.Pendeta sebagai Guru (X4)
5.Pendeta sebagai Entrepreneur (X5)
Terhadap
6.Kualitas Kerohanian Anggota Jemaat (Y)
Bila dirumuskan dalam judul variabel Penelitian maka hasilnya seperti ini:
Pengaruh Pendeta sebagai seorang Pengkhotbah, Pendeta sebagai seorang Pemimpin, Pendeta sebagai seorang Gembala, Pendeta sebagai Guru, Pendeta sebagai Entrepreneur terhadap Kualitas Kerohanian Anggota Jemaat Gereja ...
Kajian Singkat Variabel Terikat dan Bebas (diselingi bahasa renungan, mohon bahasa ini dihindari dalam tulisan ilmiah seperti di Skripsi, Tesis dan Disertasi)
1.Pendeta sebagai seorang Pengkhotbah (X1)
Kata Pendeta berasal dari bahasa Sansekerta, kata ini menunjuk pada seorang pemimpin yang memiliki tugas keagamaan. Dalam terminologi Kristen, kata pendeta menunjuk pada sebuah jabatan organisasi gereja. Oleh karena pendeta adalah jabatan maka seseorang yang menjadi pendeta harus ditahbiskan (dikukuhkan) menjadi pendeta untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan kerohanian jemaat dalam satu jemaat lokal atau beberapa jemaat lokal.
Di kota-kota, biasanya satu pendeta menangani atau menggembalakan/melakukan tugas pastoral terhadap satu jemaat lokal yang anggota jemaatnya ralatif banyak dan memiliki keuangan gereja yang memadai untuk membiayai kehidupan seorang pendeta.
Dalam gereja Calvinis (pengalaman saya), khususnya di pedesaan, seorang pendeta yang bergelar S.Th. dapat memimpin lebih dari satu jemaat lokal yang berada dalam satu wilayah desa. Biasanya dalam tradisi Calvinis, dipakai istilah WIPA (Wilayah Pelayanan ) Purnama (Desa Purnama), di atas wilayah desa disebut Klasis. Klasis memiliki wilayah seluas 1 kecamatan. Jadi, klasis disamakan dengan wilayah Camat. Misalnya Klasis Kolana.
Sebelum ada yang bergelar Sarjana Teologi, maka mereka yang menyelesaikan studi menjadi pelayan di sebuah tempat namanya “Fanating” deberi gelar PFA. Sebuah gelar yang menarik, memiliki makna teologis yang mendalam. PFA adalah istilah John Calvin dari sebutan “Pelayan Firman Allah”. Bagi Reformator John Calvin, kita mengenal TUHAN Allah melalui firman-Nya yang tertulis, yaitu Alkitab. Jadi menurut Calvin, kita ini lebih tepat disebut pelayan firman TUHAN Allah dari pada hamba TUHAN.
Kalau para murid Yesus mengalami langsung perjumpaan-Nya dengan Dia maka mereka dapat disebut hamba TUHAN, kalau orang-orang percaya sesudahnya disebut “Pelayan Firman Allah”. Sebagai “Pelayan Firman Allah”, seorang pelayan dituntut memahami firman-Nya secara mendalam. Dikatakan demikian karena seorang pelayan harus mengerti secara mendalam terhadap apa yang menjadi fokus pelayanannya.
Saya teringat dengan pengalaman sejak kecil, paman saya namanya: Micha Malaikari dari Yakopuru. Sebuah kampung di atas Lanabala, Peitoko. Di tempat ini, kami sering memandang Timor Leste, walau secara sayup-sayup. Paman saya sering bertugas dari satu jemaat lokal ke jemaat lokal lain yang berada dalam WIPA Purnama. Bila sudah tiba waktunya untuk pindah ke Jemaat lokal yang lain, akan ada jemputan. Ceritanya membuat bulu badanku merinding. Mengapa demikian? Karena jemaat akan mengantar sang pelayan dengan iringan menyanyikan lagu-lagu gereja (biasanya 2 sahabat Lama, Mazmur dan Tahlil, dan juga kidung Jemaat), sambil jemaat yang menghantar sang pendeta, koster atau salah satu jemaat bertugas meniup nafiri. Kadang melewati hutan, burung-burung berhenti berkicau, sunyi senyap. Saya tidak tahu apakah tradisi ini masih diteruskan di gereja saya, yaitu Gereja Masehi Injili Timor Jemaat Laharoy Mazmur. Tetapi kenangan masa kecil itu terus membekas di ingatan saya. Ada beberapa pendeta waktu itu yang memiliki kharisma yang luar biasa. Saya sebut saja pendeta Laure dan Laufra. Mereka selalu terkenal dengan khotbah di gereja “Bertobatlah kamu karena kerajaan Allah sudah dekat”.
Ketika mendengar khotbah seperti itu, saya rasa sepertinya dunia akan berakhir (pemahaman sewaktu masih usia SM).
Kembali kepada topik variabel X1, yaitu pendeta sebagai seorang pengkhotbah. Sebagai seorang pengkhotbah, seorang pendeta mesti memahami bahwa “berkhotbah” adalah tugas pelayanan yang utama atau tugas nomor 1, tugas lain mengikutinya pada urutan 2,3,4 dst. Berkhotbah menjadi tugas nomor satu karena yang dikhotbahkan adalah “firman TUHAN Allah”. Dalam Reformasi Protestan, firman Allah adalah sentral dalam ibadah (pertemuan dengan TUHAN). Melalui firman TUHAN Allah yang dikhotbahkan, jemaat mendengar suara TUHAN yang berbicara kepadanya. Oleh karena itu maka seorang pendeta memiliki tugas yang sangat mulia. Nilai mulia disini terletak pada “firman TUHAN Allah”. Itulah sebabnya seorang pendeta harus mendalam firman dengan hermeneutika dan eksegesis yang baik agar memahami maksud penulis. Setelah dipahami maka pendeta siap menjadi pengkhotbah di mimbar. Pendeta sebagai seorang pengkhotbah perlu menampilkan sukacita ketika menyampaikan khotbahnya. Firman TUHAN Allah yang dikhotbahkan adalah firman yang mendatangkan sukacita. Itulah sebabnya sang pengkhotbah harus menunjukkan sukacita dalam menyampaikan khotbahnya.
Kembali kepada topik variabel X1, yaitu pendeta sebagai seorang pengkhotbah. Sebagai seorang pengkhotbah, seorang pendeta mesti memahami bahwa “berkhotbah” adalah tugas pelayanan yang utama atau tugas nomor 1, tugas lain mengikutinya pada urutan 2,3,4 dst. Berkhotbah menjadi tugas nomor satu karena yang dikhotbahkan adalah “firman TUHAN Allah”. Dalam Reformasi Protestan, firman Allah adalah sentral dalam ibadah (pertemuan dengan TUHAN). Melalui firman TUHAN Allah yang dikhotbahkan, jemaat mendengar suara TUHAN yang berbicara kepadanya. Oleh karena itu maka seorang pendeta memiliki tugas yang sangat mulia. Nilai mulia disini terletak pada “firman TUHAN Allah”. Itulah sebabnya seorang pendeta harus mendalam firman dengan hermeneutika dan eksegesis yang baik agar memahami maksud penulis. Setelah dipahami maka pendeta siap menjadi pengkhotbah di mimbar. Pendeta sebagai seorang pengkhotbah perlu menampilkan sukacita ketika menyampaikan khotbahnya. Firman TUHAN Allah yang dikhotbahkan adalah firman yang mendatangkan sukacita. Itulah sebabnya sang pengkhotbah harus menunjukkan sukacita dalam menyampaikan khotbahnya.
Dalam menyampaikan khotbah, seorang pendeta harus meyadari diri bahwa dirinya adalah seorang pemberita firman TUHAN Allah, ia bukan pemberita ide dirinya atau ide orang lain. Sering terjadi bahwa dalam khotbah, teks yang dikhotbahkan tidak didalami secara baik, sang pengkhotbah mengutip berbagai pendapat yang pada prinsipnya menghilangkan maksud sebenarnya dari maksud penulis Alkitab dengan teks yang dijadikan bahan khotbah.
Pengkhotbah bukan pelayan ide dirinya dan ide orang lain tetapi ia adalah pelayan firman TUHAN Allah. Bertanggungjawab secara baik atas teks yang dijadikan sebagai dasar khotbah. Perhatikan komentar-komentar terhadap teks Alkitab yang menjadi bahan khotbah. Sekarang para pengkhotbah lebih diuntungkan dengan kehadiran Alkitab Sabda. Di situs ini sudah disediakan Alkitab dalam bahasa asli yaitu Ibrani untuk Perjanjian Lama, dan Yunani untuk Perjanjian Baru. Kata-kata Ibrani atau Yunani yang dipakai dalam teks yang menjadi bahan khotbah dapat dilihat dalam Alkitab sabda dan berusaha menari arti kata-kata itu dalam Alkitab Sabda.
Bila ini dilakukan secara baik maka anggota jemaat akan mengalami perjumpaan dengan TUHAN Allah yang berbicara kepadanya melalui firman TUHAN Allah yang diuraikan oleh seorang pengkhotbah.
2.Pendeta sebagai seorang Pemimpin(X2)
Pendeta dalam kedudukan di jemaat sebagai seorang pemimpin rohani. Ia perlu memimpin warga atau anggota gereja dalam sistem kepemimpinan yang diajarkan dalam Alkitab. Ada sistem kepemimpinan inkarnasi (blusukan), sistem kepemimpinan hamba, sistem kepemimpinan entrepreneur, kepemimpinan berdasarkan kasih dan seterusnya. Pendeta sebagai seorang pemimpin menegaskan bahwa tugasnya di mimbar belum selesai, tugas itu harus dilanjutkan dengan cara memimpin anggota jemaat mulai dari hari Senin sampai Minggu.Sebagai seorang pemimpin, seorang pendeta memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan etis yang berhubungan dengan kehidupan rohani anggota gereja.
Pendeta sebagai seorang pemimpin menegaskan bahwa pendeta tetap berada bersama anggota jemaatnya di berbagai situasi kehidupan, baik situasi yang menyulitkan maupun yang menyenangkan.
Seorang pendeta sebagai seorang pemimpin juga menegaskan tentang visi yang ada pada pemimpin atau visi lembaga yang telah dirumuskan. Ia harus melaksanakan kepemimpinan berdasarkan visi gereja.
Seorang gembala sebagai seorang pemimpin yang tidak bekerja berdasarkan visi adalah seorang gembala yang bekerja tanpa memiliki prinsip perubahan. Ia bekerja secara monoton. Bekerja monoton adalah kerja yang tidak menghasilkan perubahan.
3.Pendeta sebagai seorang Gembala (X3)
Pendeta sebagai seorang gembala menegaskan beberapa kebenaran: (1) Pendeta sebagai seorang gembala berarti ia yang menyampaikan makanan rohani yang baik kepada anggota jemaat. Hal ini disebeut dengan ungkapan “gembala baik”. Gembala baik menurut format Mazmur 23, yaitu orang yang menuntun domba-domabnya ke rumput yang hijau, air yang tenang. Arti ungkapan-ungkapan ini menegaskan bahwa pendeta sebagai seorang gembala selalu berusaha menafsirkan firman TUHAN Allah melalui upaya eksegesis teks untuk mendapatkan arti teks kitab suci kemudian disampaikan kepada anggota jemaat dalam bentuk kebaktian Minggu, kebaktian Rumah Tangga, dan lain-lain.
Untuk mencapai maksud ini, seorang pendeta harus memiliki buku-buku hermeneutika, eksegesis dan buku-buku tafsiran Alkitab yang layak dipertanggungjawabkan.
Perlu ada tunjangan bacaan bagi seorang pendeta. Uang tunjangan bacaan itu harus digunakan secara baik untuk membeli buku-buku teologi.
4. Pendeta sebagai Guru (X4)
Pendeta sebagai guru mengikuti pola Yesus. Yesus banyak menggunakan waktu untuk mengajar. Pendeta sebagai guru menegaskan bahwa pendeta masuk dalam ranah “firman TUHAN Allah” yang ditanya. Bila dalam khotbah, anggota jemaat tidak bertanya karena modelnya monolog maka tidak demikian dengan mengajar. Dalam mengajar, sang murid bertanya kepada guru dan guru menjawab pertanyaan murid. Ada pertanyaan-pertanyaan anggota jemaat yang terpendam dalam diri mereka, mereka tidak dapat bertanya di ruang ibadah Minggu. Oleh karena itu pendeta harus merelakan dirinya menjadi guru. Pendeta bersedia untuk berdialog, tanya jawab dengan anggota jemaat dalam bentuk PA atau ibadah rumah tangga.
Dalam khotbah minggupun bisa dilakukan khotbah yang bersifat dialog. Misalnya khotbah dialogis. Bentuk khotbah dialogis kini dikembangkan oleh beberapa pengkhotbah.
Saya pernah mengikuti khotbah dialogis pada acara Natal anak-anak di POUK Halim. Sang pendeta yang membawakan khotbah bertindak secara sangat baik dalam mewujudkan khotbah interaktif tersebut.
Jadi, pendeta sebagai guru berarti pendeta siap dalam firman TUHAN Allah yang ditanya. Maksudnya ada tanya jawab. Sedangkan pendeta sebagai pengkhotbah adalah “pendeta yang tidak siap ditanya” (maksudnya tidak ada tanya jawab dalam khotbah). Sayapun serig berada dalam konteks pelayanan “firman TUHAN Allah yang tidak dianya. Selesai khotbah dan saya pulang. Namun pendeta sebagai guru berarti ia menyampaikan firman TUHAN dalam perencanaan (kurikulum) firman TUHAN.
Pendeta sebagai Guru berarti firman TUHAN Allah disiapkan dalam model kurikulum. Ada tujuan, materi, proses dan penilaian.
5.Pendeta sebagai Entrepreneur (X5)
Pendeta sebagai entrepreneur adalah kesediaan pendeta memberdayakan manusia sebagai “gambar dan rupa Allah” dalam diri manusia, khususnya anggota jemaat.
Alkitab yang dimiliki orang Kristen menegaskan bahwa manusia dicipta segambar dan serupa dengan Dia (TUHAN Allah). Gambar dan Peta TUHAN Allah dalam diri manusia inilah yang menjadi jawaban atas pernyatan berikut ini:
Dalam Alkitab diceritakan bahwa TUHAN Allah menciptakan ikan tanpa memberi resep bagaimana memelihara ikan, mengolah ikan menjadi masakan yang paling lezat. TUHAN Allah tidak memberi resep berupa rujukan bumbu-bumbu yang harus dipakai orang Kristen dalam mengolah makanan.
Menurut Alkitab, TUHAN Allah menciptakan tumbuhan-tumbuhan di darat seperti: pohon kelapa dan buah yang enak untuk dinikmati. Namun tidak meninggalkan cara memanjat pohon kelapa, mengambil buah kelapa dan mengolahnya.
TUHAN Allah hanya menyiapkan potensi dalam diri manusia, dan potensi itulah yang dipakai manusia untuk membuat rumah untuk berteduh, menangkap ikan dan mengolahnya menjadi masakan yang lezat dengan bumbu-bumbu yang terbaik. Bumbu-bumbu ini tentu diambil dari ciptaan TUHAN Allah. Itulah keindahan TUHAN Allah menciptakan manusia “Segambar dan serupa dengan diri-Nya”:
“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”(Kejadian 1:26-27). Potensi inilah yang dipakai oleh Adam dan Hawa, membuat pakaian (Kej. 3:7) dengan cara mengambil daun pohon dan membuat cawat. Jika manusia tidak punya kemampuan berpikir maka tidak dapat mengambil salah satu sumber daya alam yang merupakan hasil ciptaan TUHAN, untuk kemudian dijadikan sebagai usaha dalam menutupi ketelanjangan mereka.
Peristiwa ini kemudian berkembang dari masa ke masa sepanjang generasi manusia akan kebutuhan manusia akan pakaian. Peluang ini memberi dorongan kepada manusia untuk entrepreneur dalam bidang Industri Pakaian/membuka usaha baru dan memberi peluang kerja bagi orang lain.
Entrepreneur menegaskan tentang kemandirian dalam usaha. Namun kemandirian ini bukan kesendirian. Tidak ada kemandirian yang dicapai manusia tanpa kebersamaan.
Entrepreneur tidak dapat dipisahkan dengan kebersamaan. Dalam konteks Pendeta sebagai Entrepreneur, sang pendeta dapat mewujudkan kepada jemaat dalam bentuk penasehat entrepreneur, pemberi ide yang kemudian dikembangkan jemaat agar mandiri dalam ekonomi maupun kerohanian.
6.Kualitas Kerohanian Anggota Jemaat (Y)
Kualitas kerohanian anggota jemaat yang dimaksudkan disini yaitu terjadinya peningkatan kehidupan rohani dengan nilai-nilai Kristen yang bersumber dari Firman Allah yaitu Alkitab.
Kualitas kerohanian anggota jemaat menegaskan bahwa perubahan kerohanian dalam diri anggota jemaat adalah sebuah kehidupan rohani yang sedang dibutuhkan orang lain.
Cara hidup anggota jemaat yang diterima atau disukai oleh orang lain. Namun hal ini tidak menjadi jaminan bahwa kehidupan kerohanian orang Kristen dapat diterima oleh semua orang. Pasti ada yang senang tetapi ada pula orang yang tidak menyukai atau menjadi lawan kehidupan orang yang memiliki tingkat kerohaniannya sesuai ajaran Alkitab.
Jadi, prinsip yang hendak ditegaskan disini yaitu Kualitas Kerohanian Anggota Jemaat yang dijadikan variabel terikat (Y) yaitu kehidupan rohani orang Kristen yang dibutuhkan oleh orang lain.
Indikator dari kualitas kehidupan rohani anggota jemaat yang dibutuhkan orang lain, yaitu:
1.Rela membantu orang lain (berbuat baik) = memiliki kualitas perbuatan baik = supaya orang mempermuliakan Bapa di Sorga
2.Berdoa bagi orang lain yang sedang sakit dan sembuh (memiliki kualitas doa)
3.Ramah
4.Mengampuni orang lain yang bersalah kepadanya (rela menerima orang lain yang pernah bertindak kejam terhadap dirinya)
5.Memiliki kasih yang memberi (I Kor. 13:4,6,7)
a.panjang sabar
b.murah hati
c.Bersukacita karena kebenaran
d.Menutupi segala sesuatu
e.Percaya segala sesuatu
f.Mengharapkan segala sesuatu
g.Sabar menanggung segala sesuatu
6.Memiliki kasih yang menahan diri (I Kor.13:4-6)
a.Tidak cemburu
b.Tidak memegahkan diri
c.Tidak sombong
d.Tidak melakukan hal yang tidak sopan
e.Tidak mencari keuntungan diri sendiri
f.Tidak pemarah
g.Tidak menyimpan kesalahan orang lain
h.Tidak bersukacita karena ketidak adilan
Inilah kualitas kehidupan rohani anggota jemaat. Jika judul ini dihubungkan dengan variabel bebas maka apakah pendeta sebagai seorang Pengkhotbah (X1), Pendeta sebagai seorang Pemimpin(X2), Pendeta sebagai seorang Gembala (X3), Pendeta sebagai Guru (X4), Pendeta sebagai Entrepreneur (X5) berpengaruh terhadap peningkatan Kualitas Kerohanian Anggota Jemaat (Y)
Silakan diteliti untuk tataran: Pengujian Teori (bila memakai metodologi penelitian Kuantitatif), menemukan teori baru (bila menggunakan metodologi penelitian kualitatif)
Selamat meneliti.
Yonas Muanley