Kisah Piluh dalam Perjuangan mewujudkan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang saya alami beberapa tahun lalu ketika saya menyelesaikan studi S1, S2 dan S3. Semoga bermakna. Silakan ikuti kisahnya berikut ini.
Tahun 1985 saya menyelesaikan studi tingkat SLTA di sebuah kota di Indonesia Timur. Saya kemudian bergegas untuk meraih sukses dengan mimpi masuk ke Universitas Cendana untuk mengambil fakultas Pertanian. Namun rindu itu tidak terwujud karena ayahku meninggal.
Saya praktis tidak bisa mewujudkan mimpi di Pertanian. Saya kemudian mendambakan suatu perjuangan untuk masuk ke Sekolah Tinggi Teologi di Yogyakarta dan Batu Malang pada tahun 1985/1986 tetapi semuanya gagal karena tidak ada yang mendukung dalam biaya studi.
Saya terus berdoa, sampai berpuasa 3 hari tanpa makan dan minum, hari ketiga saya tidak berdaya. Saya kemudian tutup doa dan puasa saya pada hari yang ketiga. Doa dan puasa itu saya lakukan di kota Kupang, pasir panjang. Pada waktu itu, saya tinggal di rumah tante. Setiap jam 9, jam 12 dan jam 3, saya berdoa di sebuah tempat, maaf tempat itu bekas WC yang sudah tidak terpakai lagi. Saya susun batu dan mengalasnya dengan karung putih, kemudian setiap jam 9, 12 dan 3 saya berdoa di tempat tersebut.
Doa saya terjawab, saya mulai mendapat panggilan studi dari sebuah STT di Jakarta. Saya bersama teman-teman berangkat dari kota kupang menuju Bali dan selanjutnya ke Jakarta. Waktu itu tahun 1988, tiket pesawar Bourak Kupang ke Bali masih Rp 99.000,00 Lalu dari Bali menuju Jakarta.
Kisah Piluh Ketika Menyelesaikan studi Tingkat Sarjana (S.Th.)
Pada suatu hari, saya sangat membutuhkan biaya untuk membeli kertas untuk print skripsi. Namun saya tidak punya uang. Baju yang baru saya beli dari Ramayana, saya jual di loak (tempat jual beli baju bekas). Saya kemudian mendapat uang dan bisa membeli kertas untuk print skripsi.
Kadang tidak ada bantuan dari keluarga, saya praktis melarikan diri dalam kesibukan membaca buku. Pada jam-jam istirahat, rekan-rekan ke warung untuk jajan namun saya tidak dapat lakukan itu karena tidak punya uang. Derita itu menjadi sesuatu yang tidak asing dalam diriku. Saya kemudian membuat judul Skripsi tentang: Penderitaan Orang Kristen: Suatu Tinjauan Teologis. Kemudian saya ujian, puji Tuhan saya mendapat nilai tertinggi dari seluruh teman-teman yang mengikuti ujian skripsi. Menyelesaikan Studi Magister Divinity (M.Div.)
Untuk studi ini saya tidak banyak mengalami kesulitan karena saya sudah ada sponsor studi. Saya kemudian menyelesaikan Magister Divinity secara tepat waktu, yaitu selama 2 tahun. Tahun 2002 saya wisuda M.Div.
Kisah Piluh Ketika Menyelesaikan Studi Magister Teologi (M.Th.)
Studi ini sifatnya konfersi, jadi saya hanya mengambil beberapa mata kuliah. Seingat saya hanya 9 mata kuliah. Lalu saya menyelesaikan dala waktu 2 tahun pula. Hal yang ingin saya sampaikan yakni menyelesaikan tesis bidang Pendidikan Agama Kristen. Saya sebenarnya tidak terlalu berminat untuk Pendidikan, saya lebih senang sistematika teologi dan filsafat. Namun saya secara terpaksa mengambilnya karena untuk kebutuhan lembaga di mana saya bekerja.
Pada waktu saya kuliah M.Th. sedang digiatkan penelitian kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan olah data statistic. Pada waktu itu kami sangat sulit untuk memahami. Saya kemudian berusaha mengikuti pola metodologi penelitian kuantitatif. Saya mulai mengerjakan tesis dan hamper rampung. Namun apa yang terjadi, data saya terkena firus dan semuanya hilang. Saya sempat tress dan hamper lumpuh. Saya kemduain berusaha untuk berusaha rileks. Kemudian kembali mengerjakan dari awal.
Ketika saya megerjakan ulang, saya mulai mengerti pendidikan secara baik. Saya kemudian menyelesiakan tesis itu secara baik pula. Hal yang saya sukuri yaitu bidang pendidikan yang saya tidak pahami, setelah mengerjakan tesis dari awal, saya kemudian mendapat pengertian yang lebih baik. Judul tesis saya yaitu “Efektivitas Proses Pembelajaran Historikan”. Saya kemudian mendapatkan banyak teori tentang efektivitas proses pembelajaran.
Kisah Piluh Ketika Menyelesaikan Disertasi
Ketika menghadapi ujian disertasi, saya tidak punya uang untuk membayar biaya ujian disertasi yang pada waktu itu sebesar Rp 19.000.000,00. Ketika keluar dari ruang Administrasi tempat di mana saya menyelesaikan studi S3, saya menumpang mobil teman, kemudian setelah beberapa menit perjalanan keluar kampus, saya minta diturunkan di sebuah jembatan penyebrangan Bus Way. Saya kemudian masuk ke sebuah warung kopi, kemudian memesan es teh sambil terus perpikir dan merenung. TUHAN bagaiman saya harus mengatasi biaya ujian disertasi saya. Saya sebelumnya meminta dispensasi untuk diizinkan mengikuti ujian, setelah itu saya berusaha menyelesaikan. Namun jawab sekolah tetap tidak bisa. Ya di warung kopi itu saya arahkan pikiranku ke Teks suci yang olehnya orangtuaku mendidik aku, guru PAK, para pendeta, rekan-rekan dan saya telah mengkhotbahkannya. Pikiran saya dilayangkan pada prinsip "meminjam", Yesus yang saya percaya pernah meminjam keledai, meminjam ruang untuk Perjamuan Kudus dll. Saya kemudian merinci siapakah yang bisa saya hubungi untuk meminta pinjaman uang. Ternyata berhasil dan hasilnya terkumpul uang pinjaman yang cukup untuk membayar uang ujian. Namun masalah selanjutnya yaitu bagaimana mengembalikannya. Mengharapkan honor mengajar tidak mungkin karena sudah dapat dipastikan tidak bisa.
Setelah saya menjalani ujian, dan berselang beberapa minggu kemudian saya dapat informasi melalui ebangking, yaitu ada transfer biaya beasiswa untuk studi lanjut yang diberi oleh pemerintah RI melalui Dirjem Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI sebesar kurang lebih Rp 20.000.000,00. Biaya ini saya pakai untuk menggantikan pinjaman saya. Puji TUHAN, saya berpikir tidak mampu untuk melunasi, ditambah lagi dengan biaya studi untuk anak-anakku. Namun dalam ketidakmampuan itu, TUHAN menyatakan keagungannya. Akhirnya semua badai studi S3 yang saya lalui selesai secara baik dalam pimpinan-Nya. Yesus Engkau sangat Baik.
Sebelum saya mengikuti ujian Disertasi, istriku menyatakan: Jika kamu mampu membiayai silakan, tetapi jika tidak sebaiknya dipikirkan secara matang. Apalagi gelar Doktor dalam bidang Pendidikan Kristen tentu layanannya bersifat pengabdian. Ibaratnya dalam bahasa rohani untuk kalangan tertentu: "selesai mengajar dapat persembahan kasih". Isinya dapat dibayangkan. Kalau dihargai secara profesional ya pasti banyak.Namun saya sadari, saya mengambil keputusan studi teologi bukan untuk menjadi kaya harta. Hal ini mendorong saya menjalani tugas profesionalisme pendidikan dalam tataran pelayanan dan profesionalisme. Ya tetap TUHAN mencukupi kebutuhan saya dan keluarga, khususnya studi untuk kedua anakku yang ada di Perguruan Tinggi, yangh satu baru akan memasuki SMP pada Juni 2018.
TUHAN membiarkan kesulitan ini saya alami agar saya mampu solider dengan orang-orang yang akan mengalami kesulitan yang sama atau mungkin lebih dalam proses studi. Prinsipnya TUHAN pasti menolong.
Sebuah syair lagu Kristen dari KJ menyatakan: Apapun juga menimpamu, TUHAN menjagamu ...
Akhirnya saya sadar bahwa kisah piluh akademis ini saya tanggung dalam kemampuan Dia yang telah menanggung kisah piluh di bukit Golgota.
Terimakasih TUHAN Yesus untuk segala kelimpahan Rahmat-Mu bagiku dan keluargaku.