Filsafat Yang Beroda

Apa itu filsafat yang berdoa. Filsafat yang berdoa adalah ketika pikiran mengalami keterbatasan, disanalah berlangsung filsafat yang berdoa. Filsafat yang berdoa menjadi tanda ketidaksempurnaan pikiran manusia. Itulah sebabnya pikiran selalu sampai pada titik yang terakhir dan harus kembali kepada pemberi pikiran itu. Itulah filsafat yang berdoa
Tangan yang memberi simbol doa dan filsafat yang berdoa. Pemikiran-pemikiran yang kita kenal dapat diklasifikasikan dalam beberapa pemikiran, seperti yang dikemukan oleh Yonas Muanley yang mengutip beberapa pemikiran berikut ini, yaitu: Pertama, pemikiran pseudo ilmiah yaitu pemikiran yang berhubungan atas berdasar pada aspek kepercayaan kebudayaan dan mitos/berpikir mitis. Kedua, pemikiran awam. Pikiran awam adalah pemikiran orang-orang dewasa yang dapat menggunakan akal sehat untuk mengatasi berbagai hal dalam kehidupannya tanpa harus melalui penelitian. Jenis pemikiran yang ketiga, pemikiran ilmiah. Ketiga, pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang lasim menggunakan metode-metode, tata piker dalam paradigma ilmu pengetahuan tertentu dilengkapi dengan penggunaan hipotesis untuk menguji kebenaran konsep teori atau pemikiran dalam dunia empiris . Keempat, berpikir filosofis yaitu kegiatan berpikir reflektif meliputi kegiatan analisis, pemahaman, deskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan yang bertujuan untuk memperoleh kejelasan, kecerahan, keterangan pembenaran, pengertian, dan penyatupaduan tentang objek (H.M.Djumransjah 2004: 2-3). Dengan kata lain berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global/menyeluruh, atau berpikir yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang demikian itu sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan (Asmoro Achmadi, 2005: 5-6) Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan dan tatacara penalaran yang betul/penalaran yang benar (Ibid, 15)


Previous Post
Next Post
Related Posts